Mengenang Kelahiran Anak Kedua
PENGANTIN baru mana yang tidak mengidam-idamkan segera punya anak? Meski ada pengantin baru yang memutuskan menunda kehamilan demi sejumlah alasan—biasanya karena karir atau pendidikan, namun rasanya kebanyakan pengantin baru ingin cepat-cepat memiliki anak. Salah satu diantara yang banyak itu adalah saya dan istri.
Pertimbangan utama kami untuk segera memiliki momongan adalah usia. Saya memang bisa dikatakan masih muda saat menikah, 26 tahun 8 bulan. Persoalannya, usia istri berselisih sekitar 2,5 tahun dari saya. Saat menikah usia istri 29 tahun 1 bulan.
Menurut kesehatan, usia aman untuk hamil dan melahirkan maksimal 35 tahun. Ini artinya kami hanya punya waktu 6 tahun untuk memperoleh keturunan. Jika jarak antarkelahiran diatur 3 tahun, kami cuma bisa punya 2 anak. Karena itu kami memutuskan untuk mempercepat kehamilan agar lekas punya anak.
Kejutan dari Langit
Alhamdulillah, Agustus 2009 kami menikah, akhir September 2009 istri sudah hamil. Kehamilan yang membuat istri begitu menikmati hari-harinya, sekalipun janin di perutnya ‘nakal’ dan cenderung hiperaktif. Saat usia kandungan belum genap 9 bulan, si jabang bayi sudah lahir. Seorang bayi laki-laki, kami beri nama Fadhiil Akbar Damar Panuluh.
Begitu Damar—nama panggilan si sulung—lahir, saya dan istri membahas rencana kehamilan selanjutnya. Istri yang masih merasakan sisa-sisa ‘penderitaan’ saat hamil dan melahirkan meminta waktu 3 tahun sesuai rencana awal kami. Saya setuju, dan itu berarti program kehamilan selanjutnya adalah di tahun 2013.
Eh, kejadiannya malah di luar rencana kami. Saat si sulung baru berusia sebulan, istri bermimpi didatangi seorang perempuan. Si perempuan berkata pada istri ingin menitipkan anaknya. Istri saya menolak. “Lho, aku baru saja punya anak kok,” kata istri saya pada perempuan dalam mimpi itu. Setelah berkata begitu, istri terbangun.
Pagi harinya istri langsung menceritakan mimpi tersebut. Saya cuma tersenyum dan bilang, “Mimpi kok aneh-aneh.” Meski bermaksud menenangkan istri yang khawatir dirinya hamil lagi, diam-diam saya teringat cerita Ibu dan nenek dari pihak Ibu. Saat hendak hamil adik perempuan saya, Ibu juga bermimpi dititipi anak perempuan. Begitu juga nenek, yang bermimpi dititipi anak perempuan oleh seseorang sebelum mengandung adik perempuan Ibu.
Duh! Saya jadi khawatir, jangan-jangan ‘tren’ mimpi dititipi anak yang berlanjut dengan kehamilan itu juga menimpa istri saya. Bukannya menolak rejeki dari Allah, tapi jujur saja saya belum siap. Terlebih lagi istri yang baru saja melahirkan. Bukan cuma mental yang belum siap, faktor finansial juga iya.
2 Anak dalam SetahunFoto: Maulana Tri SC
Diandra, gadis kecilku.Apa yang kami takutkan terjadi juga. Sebulan setelah mimpi dititipi bocah, istri saya merasa ada keanehan di perutnya. Namun karena tak ingin hamil lagi, ia menutup-nutupi perasaan itu. Hanya pada saya ia berbagi. Saya yang juga belum siap selalu menepis kecurigaannya. Di saat-saat seperti itu, kami biasanya memandangi Damar. Kami tak bisa membayangkan anak sekecil itu punya adik.
Sampai bulan kedua kami masih menyangkal dan tidak mau percaya kalau istri hamil. Padahal tanda-tanda kehamilan sudah komplit dan disadari betul oleh istri saya. Alih-alih menerima kenyataan itu dengan lapang dada, kami justru menyimpannya sendiri rapat-rapat. Tak seorang pun yang boleh tahu kecuali kami berdua.
Kami tinggal bersama orang tua istri. Selain Bapak-Ibu, di rumah juga tinggal kakak perempuan istri, seorang janda cerai yang belum punya anak. Lalu tak jauh dari rumah banyak saudara dari pihak Ibu. Masih ada pula kakak laki-laki istri yang tinggal sekitar 250 meter dari rumah. Setiap sore kakak satu ini selalu datang bersama istri dan anaknya. Bayangkan, kalau kabar kehamilan istri yang tak direncanakan ini sampai bocor, keluarga besar pasti bakal heboh. Kalau cuma heboh tak masalah. Yang kami takutkan nanti kami malah disalahkan.
Lagi-lagi apa yang kami takutkan terjadi. Istri yang memberanikan diri bercerita tentang kehamilannya pada Ibu malah dimarahi. Ibu menyalahkan istri yang tak mau cepat-cepat ikut KB. Tak cuma sampai di sana, istri saya juga dicap ‘kejam’ pada Damar. Ketika kemudian kabar ini menyebar ke keluarga besar, hanya Bapak, seorang kakak ipar, dan bibi yang membesarkan hati kami.
Selalu ada hikmah di balik ujian. Mendapat tekanan dari sana-sini, kami malah kompak. Jika sebelumnya seolah tak percaya pada kenyataan, sejak itu kami mulai berpikir realistis. Kalau memang hamil lantas kenapa? Bukankah anak itu rejeki dari Allah? Ada banyak pasangan yang harus menanti hingga bertahun-tahun untuk punya anak, kami setahun malah dikasih dua. Lebih penting dari itu, kami yakin Allah bakal menolong kami menghadapi semua ini.
Sengsara Membawa NikmatFoto: dok. pribadi
Diandra kini sudah bisa tengkurep, tambah lincah.Bulan demi bulan kami lalui. Sampai bulan ketiga suara-suara sumir masih terus kami dengar, termasuk dari Ibu. Istri saya terus-menerus harus menahan diri setiap kali ibunya menyebut dirinya kejam pada anak sendiri. Di lain sisi, Damar tumbuh menjadi bocah yang sangat menggemaskan. Inilah pelipur hati kami di tengah cobaan yang kami rasa sangat membenani itu.
Tak terasa 9 bulan terlewati. Kami bersyukur bisa melewati semua tekanan yang mengiringi selama 9 bulan kehamilan kedua istri. Damar yang sudah berusia 11 bulan sedang belajar berjalan. Membesarnya perut istri membuat saya lebih sering mengasuh Damar. Saya juga yang lebih sering mencuci pakaian kami.
20 April 2011, bayi kedua kami lahir. Sebuah persalinan yang tak diduga-duga. Bayangkan saja, pagi hari istri masih berangkat mengajar. Sepulang mengajar hingga sore ia kebagian mengurusi Damar karena saya asyik mengetik di belakang. Menjelang magrib, istri heran karena terus-menerus mengeluarkan cairan. Ia lalu mengajak saya ke bidan yang masih saudara jauh.
Setelah diperiksa, bidan dan kami sama-sama kaget karena ternyata istri sudah pembukaan lima. Menurut perkiraan bidan, setelah magrib istri sudah melahirkan. Kami reflek melihat jam di dinding ruang periksa, jam enam kurang! Bergegas kami pulang ke rumah untuk mempersiapkan persalinan. Damar dititipkan ke budenya yang memang kami minta datang.
Met ultah, Kak Fathan! Semoga panjang umur, tambah pinter, tambah saleh. Amin.Tak lama setelah adzan isya terdengar dari musala sebelah rumah, istri saya melahirkan seorang bayi perempuan. Saya terharu, ingin sekali menangis tapi tak bisa. Terlebih saat si jabang bayi berada dalam dekapan untuk saya perdengarkan lantunan adzan dan iqamah. Bayi mungil yang cantik, secantik ibunya. Damar sendiri sudah tidur saat adiknya lahir.
Bayi perempuan itu kami beri nama Diandra Prameshwari Cahyaningtyas. Begitu Dian lahir, sikap Ibu dan saudara-saudara lain yang awalnya negatif berubah. Kelucuan Dian meruntuhkan sikap negatif mereka. Ibu mertua saya sekarang malah senang betul menggendong-gendong Dian. Maklum, Damar yang sedang asyik-asyiknya belajar berjalan tidak mau lagi digendong, membuat Ibu sering kewalahan.
Kini, Diandra kecil sudah berusia setengah tahun. Tambah gemuk, tambah lucu, tambah menguatkan keyakinan di hati kami bahwa setiap cobaan yang diberikan Allah pasti sesuai dengan kemampuan kami. Alhamdulillah.
Tulisan ini diikutsertakan pada kontes blog Giveaway Pertama “Anakku Sayang” yang diadakan Rumah Mauna
@rumahmauna: Terima kasih, Mbak. Senang rasanya bisa ikutan giveaway yang Mbak adakan. Terima kasih juga untuk doa dan support-nya pada keluarga saya. Amin, insya Allah saya bersyukur.
SukaSuka
terimakasih atas partisipasi sahabat. anda telah tercatat sebagai peserta giveaway pertama rumahmauna “anakku sayang”.
bersyukur ya bung.
Diandra kecil mampu merekatkan hubungan harmonis diantara keluarga bung eko dengan keluarga besar.
SukaSuka