Highlight:

Ini Dia Tanggapan Bernas Jogja

TAK berapa lama setelah mendapat kabar bahwa profil saya dimuat di Bernas Jogja edisi Senin Kliwon, 13 Desember 2010, sayapun segera mengontak pihak koran tersebut.

Karena jarak yang terpisah sedemikian jauh, maka kontak yang paling mungkin, sekaligus paling fleksibel dan irit, adalah dengan email. Jadi, sayapun mengirim email ke editor Bernas Jogja melalui form kontak yang saya temui di bernasjogja.com.

Sayang, sampai beberapa hari kemudian tidak ada tanggapan dari Bernas Jogja. Maka saya mengirim email langsung menggunakan layanan email pribadi saya, ditujukan ke alamat email yang tertera di halaman “Tentang Kami” bernasjogja.com. Ini dia isi email yang saya kirim pada tanggal 20 Desember 2010:

Dear Bernas,

Beberapa hari lalu saya mengontak Bernas Jogja via halaman kontak di web Bernas Jogja. Di sana saya menanyakan 1 berita, atau lebih tepatnya profil, tentang saya yang seharusnya bersifat fiktif karena si wartawan tidak pernah menemui maupun mengontak saya. Lebih parahnya lagi, saya tahu tentang hal ini dari teman saya yang jadi wartawan di koran lokal lain di Jogja. Ketika saya konfirmasi ke si wartawan yang berhasil saya dapatkan kontaknya beberapa hari kemudian, dia mengaku kalau dia memang telah menulis profil saya. “Aku kepepet je,” begitu kilahnya via sms.

Sayangnya, saya tidak berhasil mendapatkan informasi detil kapan profil tersebut dimuat dan di rubrik apa. Baik teman saya yang memberi tahu pertama kali maupun si wartawan Bernas Jogja ini tidak mau memberitahukannya ke saya. Saya juga sudah mencoba melacak lewat situs Bernas Jogja, tapi edisi setelah tanggal 9 Des tidak bisa ditampilkan. Jadi, itulah sebabnya saya menanyakan hal ini beberapa hari lalu, namun tak ada respon sama sekali.

Saya hanya berharap kali ini ada tanggapan dari Bernas Jogja. Terima kasih.


Salam hangat,

Eko Nurhuda

Kali ini saya tidak menunggu lama. Ya, setidaknya tidak selama email pertama yang belum juga dibalas hingga 3 hari lebih. Pada tanggal 22 Desember 2010, Bernas Jogja memberikan jawaban, isinya seperti ini:

Dear Sdr Eko,

Mohon maaf jika kami baru bisa menanggapi Anda. Kami harus mencari lebih
dulu materi berita apa yang Anda anggap fiktif itu. Berdasarkan
penelusuran kami, satu-satunya berita yang menyangkut nama Anda pada bulan
Desember ini hanyalah profil yang kami muat pada tanggal 13 Desember di
suplemen BISNIS JOGJA di halaman 4 (terlampir: halaman 4 BISNIS JOGJA atau
Anda bisa akses di http://www.bernasjogja.com edisi tanggal 13 Desember 2010).

Berita itu hanyalah sebuah profil singkat tentang bisnis di dunia maya.
Jika sekiranya ada kesalahan atau kekeliruan, Anda bisa menggunakan hak
jawab yang bisa Anda kirimkan via email dan sesuai dengan Undang-undang
Pers akan kami muat sama dan seukuran dengan berita yang telah kami muat
sebelumnya.

Terlepas dari itu semua, kami mohon maaf jika sekiranya Anda merasa tidak
nyaman dengan berita “fiktif” tersebut.

Terima kasih

Balasan tersebut membuat saya mengerutkan kening. Setidaknya saya menandai 2 poin dari email jawaban Bernas Jogja hari itu, dan dua-duanya sengaja saya tebalkan dalam kutipan isi email di atas. Intinya, saya kok merasa Bernas Jogja tidak terlalu serius menanggapi laporan mengenai dugaan adanya berita imajiner alias berita fiktif yang dilakukan salah seorang oknum wartawannya. Coba lihat kembali kata atau frasa yang saya tebalkan di atas, dan Bung pasti sependapat kalau koran ini menganggap remeh laporan saya.

Saya merasa tidak perlu menggunakan hak jawab maupun hak koreksi karena ini berita imajiner, berita fiktif. Apanya yang harus saya sanggah dan koreksi kalau keseluruhan berita itu ditulis berdasarkan imajinasi oknum wartawan yang menulisnya?

Maka, sayapun menulis email lagi ke Bernas Jogja pada tanggal 24 Desember 2010. Isinya sebagai berikut, menampakkan betapa kecewanya saya dengan tanggapan yang diberikan koran tersebut.

Terima kasih atas responnya.

Ya, mungkin Anda benar, “berita itu hanyalah sebuah profil singkat tentang bisnis di dunia maya.” “Hanyalah”, saya suka sekali penggunaan kata ini.

Saya pernah menjadi bagian dari 2 media lokal di Jogja, dan baru pulang dari Padangsidimpuan, Sumut, untuk mengajar jurnalistik di sebuah lembaga pendidikan di sana. Jadi, soal UU Pers, saya tahu betul apa yang harus saya lakukan. Namun saya mau mengecek dulu, apakah yang dimaksud dalam informasi yang saya terima itu benar saya atau bukan. Saya tinggal di Pemalang, jadi tidak bisa langsung mengecek kabar yang saya terima dari teman (yang juga wartawan) di Jogja. Sebagai gambaran, teman yang memberi tahu saya itu tahu betul siapa saya dan apa aktivitas saya. Karena itulah dia memberi kabar pada saya begitu melihat berita Bernas tsb.

Okelah, nampaknya tanda kutip pada kalimat “kami mohon maaf jika sekiranya Anda merasa tidak nyaman dengan berita “fiktif” tersebut” membuat saya lebih baik menutup aduan ini sampai di sini saja.

Terima kasih.

Begitulah. Kasus ini kemudian saya lupakan begitu saja. Saya baru teringat untuk mengangkat masalah ini ketika memasuki awal Februari. Ya, 9 Februari adalah Hari Pers Nasional. Saya kira masalah berita imajiner di Bernas Jogja ini bisa menjadi bahasan menarik dalam rangka memperingati Hari Pers Nasional 2011.

Sebelum mempublikasikan posting berjudul Berita ‘Ajaib’ di Bernas Jogja tanggal 9 Februari lalu, saya mengirimkan draf postingnya ke Bernas Jogja, tapi, seperti judul lagu di album kedua The Beatles, no reply. Sama sekali tak ada respon dari koran yang kondisinya mirip kerakap di atas batu, hidup segan mati tak mau itu.

Ketika kemudian saya memutuskan berubah pikiran dan menyampaikan nota keberatan sekaligus hak jawab juga hak koreksi, lagi-lagi tak ada reaksi. Saya juga tidak mendapat kabar apakah hak jawab/hak koreksi saya itu dimuat seperti yang dijanjikan Bernas Jogja sendiri sebelumnya.

Well, inilah wajah bopeng pers kita. Saya tunggu komentarnya, Bung…

UPDATE: Sampai saat ini–Ahad, 27 Februari 2011, saya masih belum mendapat kabar dari Bernas Jogja apakah hak jawab/hak koreksi saya dipublikasikan. Memalukan!

Menulis di GoodNovel dan raih penghasilan ratusan USD!
About Eko Nurhuda (412 Articles)
A happy father of three. Blogging and making video for fun. Love food, book, music, and sometime football #YNWA

Beri komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.