Highlight:

Profil

Eko Nurhuda di Benteng Kalamata Ternate

Saya mejeng sejenak di Benteng Kalamata, Ternate, sesaat sebelum menyeberang ke Tidore yang tampak tertutup awan di belakang saya. DIFOTO OLEH: Moch. Chamaluddin Alting

HAI, selamat datang di bungeko.com. Terima kasih sudah berkunjung kemari. Semoga apa-apa yang Anda baca di sini memberi manfaat atau setidak-tidaknya menjadi hiburan.

Perkenalkan, saya Eko, seorang blogger biasa yang tinggal di sebuah desa nan damai di Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Blog ini merupakan catatan pribadi saya mengenai berbagai macam hal.

Mulai dari keseharian nan remeh temeh, makanan yang pernah saya santap, minuman yang pernah saya seruput, penginapan dan hotel yang pernah saya inapi, perjalanan yang pernah saya lakoni, termasuk sejumlah artikel berbayar (sponsored post) dari mana saya memperoleh pemasukan untuk membiayai operasional blog ini.

Pertama sekali saya ingin menegaskan bahwa saya bukanlah seorang traveler. Walau ada banyak artikel perjalanan di blog ini, juga ulasan hotel dan kuliner khas daerah tertentu, saya jauh dari layak untuk disebut traveler ataupun travel blogger.

Belakangan saya juga banyak menulis tema-tema personal finance di blog ini. Termasuk di dalamnya bahasan seputar investasi dan wealth building. Namun, please, jangan pula panggil saya finance blogger atau investment blogger atau sebutan apapun sejenis itu.

Cukup sebut saya Bung Eko saja, oke?

Gairah Sejak Kecil

Menjadi penulis sudah menjadi gairah saya sejak kecil mula. Entah kapan tepatnya saya mulai menulis, seingat saya gairah ini banyak dipicu sekaligus dipengaruhi oleh bacaan-bacaan pada masa itu. Utamanya cerita silat Wiro Sableng karya mendiang Bastian Tito.

Sebuah novel Wiro Sableng berjudul Singa Gurun Bromo yang saya temukan di rumah Pakde di Batumarta VI, Kab. OKU (kini OKU Timur), telah membius saya dalam angan-angan menjadi penulis tenar. Saya baru kelas V Sekolah Dasar waktu itu.

Saya lalu mulai mengarang cerita sendiri. Lebih tepatnya menggubah cerita-cerita Wiro Sableng yang saya baca. Saya tiru alurnya, tetapi dengan mengganti nama tempat, nama tokoh, serta jurus dan kesaktian masing-masingnya.

Dengan cara itu, saya sukses menghasilkan satu novel silat pada kelas I SMP. Sayang, entah kemana buku tulisan tangan tersebut.

Naik kelas II SMP saya diboyong Ibu ke Sungai Bahar, Jambi. Saya semakin keranjingan Wiro Sableng, juga cerita silat pendekar lain. Joko Sableng, Pendekar Rajawali Sakti, Rajawali Emas, Pendekar Gagak Rimang, Pendekar Mata Keranjang, Pendekar Romantis dan entah apalagi.

Namun favorit saya tetap Wiro Sableng, disusul Pendekar Slebor karya Pijar El.

Dipengaruhi kedua serial tersebut saya mengarang cerita silat sendiri dengan tokoh pendekar bernama Soko Gendeng. Gelarnya Pendekar Clurit Emas.

Saya tulis kisah Soko Gendeng dengan tekun di waktu malam selepas belajar dan siang hari di sela-sela pelajaran sekolah. Sepulang sekolah hingga sore saya musti membantu pekerjaan di kebun.

Teman baik saya Sukato adalah pembaca pertama serial Soko Gendeng. Ia begitu suportif. Tertawa gelak-gelak jika ada bagian yang dianggapnya lucu, tapi juga tak segan memberi kritik saya jika dirasa kisah tersebut garing atau tak masuk akal.

Tentu saja ada yang mencibir, di antaranya dengan mempelesetkan Soko Gendeng menjadi Woko Gendeng. Woko adalah nama depan bapak saya. Ada pula yang mengejek nama tokoh rekaan saya. Namun saya tidak ambil peduli, meski rasanya jengkel juga. Toh, mereka teman-teman saya juga.

Iseng-iseng itu menghasilkan enam atau tujuh judul serial Soko Gendeng. Awalnya saya merencanakan 10 judul, tapi tak kunjung rampung hingga lulus SMA dan merantau ke Jogja.

Buku-buku tulisan tangan tersebut saya bawa serta ke Jogja. Sampai kemudian seorang teman kampus meminjamnya dan sejak itu tidak pernah saya lihat lagi. Untuk kedua kali, karya rintisan saya entah kemana rimbanya.

Saya juga pernah menghasilkan satu novel silat lepas dengan tokoh pendekar bergelar Jawara Loreng. Inspirasinya dari serial Panji Tengkorak yang tayang di Indosiar saat itu. Lalu, semasa di Jogja saya sempat menulis beratus-ratus halaman cerita silat berlatar Tiongkok.

Sama halnya Soko Gendeng, keseluruhan karangan-karangan tersebut tak tentu rimbanya. Teman yang meminjam kembali ke Malang dan berjanji akan mencari buku-buku tersebut jika ada kesempatan ke Jogja. Ia tinggal bersama kakaknya selama kuliah di Jogja.

Entah apakah teman saya tak pernah punya lagi kesempatan kembali ke Jogja atau buku-buku itu sudah raib tanpa ia sendiri tahu di mana atau kemana, saya tak pernah tahu.

Publikasi Pertama

Sebagaimana umumnya writer-wanna-be, melihat karyanya dipublikasikan merupakan impian saya. Semasa menulis novel silat sering saya berkhayal menemukan lampu ajaib Aladdin, menggosoknya, dan keluar sesosok jin murah hati. Saya tidak butuh tiga permintaan, cukup satu saja: terbitkan karangan-karangan saya.

Ketika berkenalan dengan majalah Anita Cemerlang, Aneka Yess, dan kemudian Annida, impian saya adalah menembus salah satu dari ketiganya. Sampai kemudian ketiganya berhenti terbit, impian tersebut tak kunjung terwujud.

Namun saya boleh berbangga hati karena akhirnya bisa juga menembus media cetak. Sebuah cerpen berjudul Dhanyang Waru yang saya ketik dengan mesin tik pinjaman ditayangkan koran Jambi Ekspres edisi Minggu, jelang Pemilu di tahun 1999. Saya duduk di kelas II SMA Negeri 1 Muara Bulian saat itu.

Saya sama sekali tak berharap cerpen tersebut dimuat. Akan tetapi pagi itu, saat berjalan-jalan ke pasar bersama sahabat saya Mubaid Isngari, kami singgah di lapak koran. Saya memegang Independent (kini jadi Jambi Independent) dan Mubaid mengambil Jambi Ekspres. Dialah yang pertama kali tahu cerpen saya dimuat.

Sayang, tak ada honor yang saya dapat dari pemuatan tersebut. Harap maklum, Jambi Ekspres kala itu merupakan harian baru. Agaknya faktor itu juga yang jadi salah satu penyebab cerpen saya bisa dimuat di sana.

Saya juga tak dapat honor dari cerpen kedua yang dimuat di majalah sekolah, yang kelak di kelas III saya pimpin dengan sangat kacau balau. Honor pertama dari menulis di media baru saya dapatkan pada tahun 2004, dari sebuah artikel yang dimuat majalah Sahabat Pena.

Oya, awal-awal di Jogja saya begitu rajin menulis cerpen yang setiap pekan saya kirimkan ke Kedaulatan Rakyat, Minggu Pagi dan Kompas. Ya, Kompas! Dari KR dan MP tak pernah ada jawaban, juga tak pernah dimuat. Sedangkan dari Kompas saya selalu mendapat pengembalian naskah dengan surat pengantar template.

Lalu saya berhenti menulis cerpen. Saya lebih sibuk berjualan, menitipkan berbagai jenis penganan ke pasar-pasar dan kantin-kantin kampus. Dadar gulung, kacang garing, sampai produk-produk MLM, semuanya pernah saya jual.

Hanya berdagang kecil-kecilan saja, sekadar cukup untuk mengganti uang bensin, tagihan kos dan menyokong biaya hidup. Sampai kemudian gempa bumi Mei 2006 menghentikan segalanya. Saya menjadi pengungsi, sekaligus relawan korban gempa dalam waktu bersamaan.

Dalam kesendirian saya kembali coba menulis. Kali ini saya ingin menulis buku. Saya lihat belum ada buku-buku bertema sepak bola di pasaran, jadi saya ingin menjadi pionirnya.

Lagi-lagi, ide yang pernah saya cetuskan di kolom Surat Pembaca Tabloid BOLA tersebut tak kunjung terwujud hingga hari ini. Sampai tabloidnya berhenti terbit dan dunia buku cetak memasuki senjakala.

Blog dan Buku Pertama

Oya, pertengahan 2005 saya mulai berkenalan dengan Blogger.com dan membuat dua blog iseng yang tak lama berselang saya hapus. Hingga dua tahun berselang saya benar-benar hanya iseng ngeblog, di sela-sela niat kembali ke kampus yang maju-mundur.

Saya menjadikan blog sebagai semacam pelampiasan. Dengan memiliki blog saya dapat menulis apa pun yang saya mau, kapan pun saya inginkan, dengan gaya menulis bagaimana pun yang saya sukai. Tak ada lagi penolakan nan menyakitkan itu.

Konsekuensinya, tak semua tulisan saya menarik dibaca karena begitu remehnya atau begitu kacaunya. Tak apa. Terpenting, dengan ngeblog saya dapat terus menulis dan menulis. Ada kepuasan yang tersalurkan melihat tulisan saya tayang di blog.

Seorang produser film-film sepakbola sekaligus komentator ternama pernah menghina saya dengan kata “onani” gara-gara blog. Kejadiannya sewaktu kami beradu argumen di Twitter dan saya mengajukan tulisan di blog ini sebagai penjelasan versi lebih panjang atas sanggahan saya terhadap pendapatnya.

Yang saya pahami, bagi produser tersebut menulis di blog tak ubahnya onani alias memuaskan diri sendiri. Maka, logika lanjutannya adalah: blogger baginya tak lain pelaku onani.

Akhir 2007, saya mulai serius ngeblog. Saya mulai menghasilkan dolar demi dolar, lalu menghasilkan semakin banyak lagi di tahun berikutnya. Saya tambah fokus membangun blog personal, di samping beberapa blog niche berbahasa Inggris khusus penambang dolar dari program-program sponsored reviews.

Kalau dalam periode 2008-2011 kamu pernah membaca blog EkoNurhuda.com, itulah blog personal saya yang pertama.

Berkat blog itulah saya akhirnya sukses mewujudkan impian masa kecil: menerbitkan buku. Adalah DIVA Press, salah satu penerbit besar nasional asal Jogja, yang mau menerima naskah saya dan menerbitkannya pada Februari 2010.

Naskah demi naskah diterima DIVA Press, tapi hanya tiga yang kemudian terbit. Sisanya saya yakin tidak layak terbit karena isinya yang tak lagi relevan dengan perkembangan terbaru.

Harap maklum, kala itu saya menulis tema-tema internet yang begitu dinamis perkembangannya. Jangankan bilangan tahun, ada satu naskah yang baru sebulan dinyatakan diterima sudah harus saya revisi.

Satu buku lagi diterbitkan Andi Publisher, Juli 2012. Sampai beberapa tahun setelahnya saya masih mendapatkan laporan royalti dari buku ini. Yang paham dunia penerbitan pasti bisa menebak, buku ini tak bagus penjualannya meski sempat terpilih dalam proyek pengadaan buku oleh Pemerintah.

Setelah buku yang diterbitkan Andi Publisher ini saya vakum menulis buku. Hingga sekarang.

Penulis Sepakbola?

Satu aktivitas yang secara keras hati ingin saya pertahankan adalah menulis artikel-artikel sepak bola. Setelah berhasil merampungkan satu naskah buku sepak bola yang tak pernah saya kirim ke penerbit manapun, saya mencoba peruntungan menulis kolom.

Kali ini nasib saya terbilang mujur. Setelah sebelumnya hanya bisa menjadi Surat Pembaca pilihan berhadiah kaos, jaket atau topi, sejak Desember 2010 saya berhasil menulis kolom di rubrik Oposan tabloid BOLA.

Bertepatan dengan pergelaran Piala AFF 2010, di mana timnas Indonesia diperkuat pemain naturalisasi dalam diri Cristian Gonzales, saya menurunkan tulisan berjudul menantang arus: Naturalisasi Bukan Solusi.

Sejak itu artikel-artikel lain menyusul. Saya membahas berbagai tema aktual, mulai dari kisruh PSSI, kasus pemukulan yang dilakukan Diego Michiels, hingga tulisan ringan mengenai pesepakbola Tionghoa di timnas.

Saya juga mulai merambah majalah. BolaVaganza dan kemudian Four Four Two sukses saya tembus. Lalu saya mencoba peruntungan di media online pula.

Alhamdulillah, tulisan pertama untuk detikSport langsung dimuat. Lalu tulisan-tulisan lain tayang, kebanyakan membahas Liverpool FC. Klub favorit saya.

Baca ya:
Pemain Asing dan Prestasi Timnas
Brendan Rodgers: Football Genius atau Hanya Beruntung?
Ketika Liverpool Tak Lagi Beraroma Scouse
Menanti Hat-trick Prancis di Eropa

Ah, rasa-rasanya saya sudah tidak bisa disebut “onani” lagi, bukan?

Toh, tetap saja saya tidak pernah menulis buku-buku sepakbola, impian yang saya dengungkan dalam hati sejak 2005. Saya juga sudah terlalu lama mandeg menulis buku. Entah berapa ide dan outline yang pernah saya buat, tapi hanya berakhir sebagai tumpukan kertas dalam map-map usang.

Apakah di tahun-tahun mendatang saya dapat mewujudkan impian tersebut? Kita lihat saja nanti. Sementara itu, biarkan saya menjadikan blog ini sebagai media melatih otot-otot kepenulisan saya. Tempat saya menempa stamina menulis.

Blog ini juga tempat saya berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki ketertarikan sama, sekaligus media mempromosikan diri. Bahasa mudahnya, bungeko.com adalah wujud eksistensi sekaligus semacam curriculum vitae saya di dunia maya.

Satu lagi, blog ini juga menjadi tempat saya mencari tambahan uang saku. Menggunakan blog ini saya menerima kerjasama dalam bentuk penulisan artikel berbayar (sponsored post) maupun kerja sama bentuk lain.

Contoh tulisan-tulisan bersponsor dapat dilihat di kategori Random Posts. Kalau ingin melihat daftar brand yang pernah bekerja sama dengan bungeko.com dan artikelnya, silakan lihat laman Sponsored Posts.

Jika Anda tertarik bekerjasama, silakan hubungi saya melalui berbagai media berikut:

Email: bungeko.com[at]gmail.com
Facebook: Eko Nurhuda
Twitter: @bungekocom
Instagram: @bungeko_

Terima kasih sudah berkunjung.

Diperbarui pada 14 Juni 2023.

Menulis di GoodNovel dan raih penghasilan ratusan USD!

8 Comments on Profil

  1. salam kenal mas, beberapa blogger sudah saya kenal di pemalang. baru kali nemu blog asal pemalang milik mas eko. maklum lagi off line jadi sempatkan brosing2 hehehehe

    Suka

  2. Salam Kenal Mas, dari anak Ujung barat sumatra

    mltazam.com 🙂

    Suka

  3. salam kenal bung eko, dari anak muda di pantai selatan jawa

    zuhriwafa.blogspot.com

    Suka

  4. Ho o,, ternyata Eko Hurhuda udah beralih kepemilikan,
    diawal ngeblog 2010 sepertinya saya berkunjung dan baca-baca disana 🙂

    Suka

    • Tahun 2010 masih saya pegang, tapi gak aktif lagi. Karena di Pemalang waktu itu mau ngenet masih susah, jadinya lama gak buka email dan lupa kalo nama domain itu expired. Dah, diserobot orang deh 😀

      Suka

Komentar ditutup.