Cara cerdas berutang agar penghasilan semakin berkembang
KETIKA pertama kali dipertemukan Facebook, saya langsung ‘nembak’ seorang kawan lama dengan sanjungan. “Wah, kamu keren, ya. Sudah punya semua-semua yang diinginkan sebuah keluarga. Nggak seperti aku, nih, belum punya apa-apa.” Mau tahu tanggapan dia? “Tapi kamu nggak punya utang, kan?“
Bukan tanpa alasan saya memuji teman ini sedemikian rupa. Waktu itu, seangkatan kami masih sama-sama tengah berjuang merintis karir masing-masing. Maka, ketika melihat halaman Facebook-nya dipenuhi foto mobil bagus, foto rumah bagus, liburan ke sana-sini, serta wajah-wajah penuh senyum, saya cepat saja memberi stempel SUKSES padanya.
Setidaknya menurut standar saya. Di mana dalam bayangan saya, orang kalau sudah punya mobil dan rumah itu ya sudah sukses. Tentulah dia punya penghasilan yang melebihi biaya kebutuhan hidupnya, sehingga mampu beli ini-itu yang tergolong kebutuhan sekunder bahkan komplimenter.
Satu hal yang sama sekali tidak terbayangkan di benak saya adalah, orang bisa saja ‘menyulap’ kondisinya dalam sekejap menggunakan apa yang dinamakan dengan utang. Ya, beli mobil pakai fasilitas kredit kepemilikan mobil, beli rumah pakai fasilitas kredit kepemilikan rumah atau KPR, dan seterusnya.
Dalam hidup, saya banyak mengenal orang yang hidupnya dijalani dari satu utang ke utang lain. Jangan dikira mereka-mereka ini hidupnya susah bin melarat. Yang ada mereka ini justru tampil sebagai kalangan menengah ke atas yang disegani tetangga kiri-kanan.
Orang-orang yang rumahnya megah, mobilnya mewah, gawainya keluaran terkini, pakaiannya juga selalu bagus, sehingga tak ada yang mau percaya ketika wabah Covid-19 melanda mereka mengaku tak punya uang.

Utang Produktif
Apakah ada yang salah dengan utang? Tidak juga, sepanjang kita masih dapat mengontrol utang tersebut. Paling penting adalah kita dapat memastikan dapat melunasinya tepat waktu.
Tentu menjadi lebih baik lagi jika utang itu adalah untuk sesuatu yang sifatnya produktif. Entah untuk menunjang pekerjaan, atau untuk menangkap peluang-peluang yang tersedia di depan mata. Sungguh sayang sekali jika berutang hanya untuk tujuan konsumtif.
Teman yang saya ceritakan di atas, contohnya. Dia punya alasan kuat mengapa merasa perlu membeli mobil. Menurut pengakuannya, pekerjaannya sebagai seorang manajer hotel yang menuntut demikian. Sebagai manajer ia sering bertemu calon partner, calon klien, yang jika ia datang dengan mobil akan lebih mudah diambil kepercayaannya.
Cerita serupa tapi tak sama disampaikan teman lain yang, kala itu, tengah merintis bisnis jasa pemasangan CCTV di Jakarta. Kepada saya teman ini mengatakan, dia butuh mobil sebagai salah satu cara meyakinkan calon klien.
Jujur saja saya gagal menangkap korelasinya, saya kurang bisa memahami jalan pikiran orang-orang kota besar. Namun turut cerita teman saya, calon klien bisa-bisa kabur kalau melihat dia datang naik sepeda motor. Maka dari itu teman saya membeli mobil. Mencicil, lebih tepatnya.
Utang-utang seperti ini masih dapat dimaklumi. Sebab sekali pun jadi punya utang berupa cicilan sekian juta per bulan selama sekian tahun, mobil dua teman saya tadi dibeli demi mendukung pekerjaan dan bisnis.
Dengan mengendarai mobil, jasa pemasangan CCTV milik teman saya jadi lebih dipercaya calon klien. Sehingga berujung pada masuknya pesanan, yang pada akhirnya membuat bisnisnya berkembang. Demikian pula teman saya yang manajer hotel, di mana profesinya menjadi tertunjang oleh keberadaan kendaraan roda empat.

Berkembang dengan Utang
Saya sendiri punya pengalaman pribadi yang kurang-lebih senada. Ceritanya, sejak akhir 2011 saya kembali menghidupkan website toko online yang sempat vakum setahun. Waktu itu ‘peralatan tempur’ saya sebuah hape murah jenis candybar (foto atas) yang hanya dapat dipakai menelepon dan berkirim SMS.
Suatu waktu adik saya memberi usul, kenapa tidak pakai Blackberry Messenger juga selain SMS dan telepon? Waktu itu BB sedang tren, dan target pasar saya kebanyakan dari kalangan pengguna BB. Maka ini usulan yang sangat masuk akal dan layak dicoba.
Masalahnya, waktu itu keuangan saya belum memungkinkan untuk membeli BB. Bahkan yang paling murah sekali pun. Kembali adik saya memberi masukan, dicicil saja kalau memang belum mampu beli secara tunai. Lagi-lagi saya setujui pendapatnya.
Saya pun membeli BB tipe Davis dengan cicilan 12 bulan. Ya, setahun. Sebab saya khawatir tak dapat mencicil setiap bulan kalau jangka waktunya terlalu pendek.
Terbukti kemudian itu keputusan tepat. Sejak melayani pemesanan melalui BBM, transaksi di toko online saya jauh melonjak. Dari yang tadinya omset hanya kisaran beberapa juta, kemudian sampai tembus hingga belasan bahkan puluhan juta per bulan.
Baca juga: Cara saya hasilkan omset belasan juta rupiah bermodal blog gratisan + nama domain
Calon pembeli agaknya jadi lebih yakin karena dengan BBM kami dapat mengirimi mereka berbagai foto. Baik foto barang yang mereka inginkan, foto ketika paket siap dikirimkan, lalu foto resi pengiriman.
Dari yang tadinya berencana dicicil selama 12 bulan, BB Davis tadi sudah saya lunasi di bulan ketiga. Itu menggambarkan betapa usaha jualan online saya meningkat pesat sejak memberanikan diri mengambil utang berupa sebuah BB untuk menunjang usaha.

Mudahnya Utang Online
Saya dulu beruntung punya adik yang bersedia jadi kreditur saat usaha saya membutuhkan pendukung berupa BB. Kalau tidak, tentulah saat itu saya tidak pernah beli BB dan toko online saya tidak akan tumbuh berkembang.
Kini, mencari kreditur boleh dibilang semudah membalik telapak tangan. Sangat mudah sekali. Cukup bermodal KTP dan hape, kita sudah bisa mendapatkan pinjaman dengan tenor dan jumlah cicilan yang dapat disesuaikan sendiri.
Seiring maraknya perusahan rintisan yang bergerak di bidang financial technology, layanan pinjaman online merebak bagaikan cendawan di musim hujan. Kita tinggal pilih saja mana yang pas di hati. Tapi, ingat, jangan sampai salah pilih yang kelak berujung kena jerat layanan pinjaman online bodong.
Kalau kamu butuh dana darurat, satu nama yang disarankan adalah Tunaiku. Walau sekilas mirip pinjol pada umumnya, namun Tunaiku dapat diandalkan dari segi keamanan. Sebab fintech satu ini berdiri di bawah naungan institusi keuangan resmi, yakni Bank Amar.
Bank Amar merupakan bank resmi yang terdaftar dan diawasi Otoritas Jasa Keuangan. Ada pun pemiliknya, PT Bank Amar Indonesia, Tbk., adalah sebuah perusahaan terbuka yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Kamu bahkan bisa ikut memegang sahamnya kalau mau.
Tunaiku juga fleksibel untuk urusan tenor dan besaran pinjaman. Di mana tenor yang ditawarkan mencapai hingga 20 bulan. Ada pun limit yang diberikan maksimal hingga Rp 20 juta rupiah. Ini tentu berbeda dengan kebanyakan pinjol yang limitnya rendah serta tenornya pendek.
Satu perbedaan lagi, meminjam di Tunaiku sangat mudah. Pengajuan KTA hanya memerlukan KTP sebagai syarat. Dijanjikan dalam 10 menit saja proses pengajuan beres, dan dana cair dalam tempo 1×24 jam setelah pengajuan.
Butuh dana darurat? Langsung saja instal aplikasinya di gawai.
Tapi, sebelum mengajukan pinjaman ingat satu hal: utang yang baik adalah utang produktif. Utang yang memberi nilai tambah pada pekerjaan atau usaha yang sedang kita jalani. Sebisa mungkin hindari utang konsumtif yang hanya akan menambah beban.
Semoga bermanfaat, ya.
Beri komentar