Rahasia mengubah uang Rp100.000 menjadi Rp 2,5 juta selama puasa Ramadan
JUTAAN orang tidak menyadari bahwa selembar uang Rp100.000 dapat dengan mudah kita “sulap” menjadi setidak-tidaknya Rp2.000.000, dan sebanyak-banyaknya hingga Rp 3-5 juta, selama 30 hari puasa Ramadan. Mau tahu rahasianya? Mudah sekali kok! Dan ini bukan iklan Bi**mo.
Bagi sebagian orang, uang Rp100.000 hanya cukup untuk membeli bakso antara 5-6 mangkuk. Pas untuk menu berbuka puasa sekeluarga dengan anggota lima orang, seperti saya. Atau bagi yang gemar nongkrong sambil kerja di Starbuck, uang sebanyak itu hanya cukup untuk ngafe sekali.
Bagi sebagian lain, Rp100.000 adalah nilai yang begitu berharga. Sebegitu berharganya sehingga ia bahkan dapat menjadikannya sebagai modal yang cukup untuk membeli baju lebaran sekeluarga. Plus, membelikan baju lebaran untuk orang tua juga mertua, dan malah mungkin masih cukup juga untuk memberi angpao ke keponakan-keponakan.
Kok bisa? Mana cukuplah kalau hanya Rp100.000.
Bisa saja. Kata kuncinya di “sebagai modal” tadi. Dan juga thanks to bulan Ramadan, karena bulan nan penuh berkah ini menawarkan peluang-peluang bagus bagi siapa pun yang mau memaksimalkannya. Selain dilipat-gandakannya pahala untuk setiap ibadah yang kita lakukan, di mana paling banyak setara 1.000 bulan pada saat Lailatul Qadar, ada pula peluang ekonomi yang terlalu sayang dilewatkan.
Ya, beberapa di antara pembaca tulisan ini pasti sudah dapat menebak arah pembicaraan saya: berjualan takjil.

FOTO: Okezone.com
Modal Rp100.000 Saja
Yang akan saya ceritakan di sini adalah pengalaman pribadi berjualan takjil selama 22 hari Ramadan 1441 Hijriyah, atau sejak 25 April 2020 hingga 16 Mei 2020. Jadi, ini based on real life experience. Meski tidak ada jaminan bahwa setiap orang yang mengikuti langkah ini bakal mendapatkan hasil yang sama, tapi setidaknya hitung-hitungan di sini terbukti.
Baiklah, tanpa memperpanjang intro dan basa-basi, jadi ringkasnya uang Rp100.000 tadi kita jadikan sebagai modal awal berjualan takjil selama Ramadan. Selama Ramadan artinya kita berjualan selama 30 hari penuh tanpa henti.
Tapi, Ramadan tahun ini sudah lewat, Mas …
Boleh dicoba Ramadan tahun depan. Saya sendiri baru action berjualan takjil tahun ini, padahal sudah tergerak sejak lama sekali. Setidaknya sejak 2014, saat saya tahu betapa besar keuntungan yang didapat seorang teman dari berjualan es kopyor di depan pagar rumahnya selama Ramadan.
Kepada saya teman tersebut bercerita modal awalnya hanya kisaran Rp50.000. Uang tersebut ia putar terus sehingga di akhir Ramadan terkumpullah uang yang cukup untuk membeli baju lebaran sekeluarga, uang saku mudik ke Temanggung, plus memberi hadiah lebaran yang pantas untuk mertuanya di Pemalang sini.
Oke, jadi apa yang harus disiapkan?
Mula-mula yang harus ditentukan adalah takjil apa yang mau dijual. Ada beberapa opsi yang dapat dijadikan pertimbangan, tentu saja disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan masing-masing ya, di antaranya:
- Pilih menu takjil yang membuatnya tidak terlalu repot maupun memakan waktu lama, misalnya bubur kacang hijau atau bubur mutiara. Modalnya juga tidak terlalu banyak. Plus tidak butuh peralatan aneh-aneh, cukup pakai apa yang sudah ada di dapur.
- Pilih menu yang risikonya kecil. Maksudnya, andaikata hari ini dagangan tidak habis, takjil tersebut masih bagus dan enak dijual lagi keesokan hari. Misalnya agar-agar atau puding.
- Pilih menu takjil yang marjin keuntungannya besar, dan sudah jadi rahasia umum kalau aneka minuman es itu marjinnya gede. Ini juga menu favorit selama Ramadan, jadi dipastikan banyak pemburunya.

Kira-kira demikian penampakan dagangan takjil puasa Ramadan saya tahun ini, seperti sudah diunggah fotonya ke akun Instagram @bungeko_.
Di antara ketiga opsi di atas, tahun ini saya dan istri berjualan bubur (kacang hijau dan mutiara) plus puding. Pertimbangannya karena tidak repot membuatnya, modalnya tidak banyak, dan khusus puding bisa bertahan 2-3 hari. Ini tentu saja karena ada perlakuan khusus pada bahan dan penyimpanan, sehingga puding dapat bertahan lebih lama.
Istri saya sebetulnya sudah mempersiapkan satu menu es yang sudah diberinya sebuah nama yang sangat ear-catching, tapi batal dieksekusi karena kami tidak yakin dapat menggaet cukup pembeli dengan harga jual yang direncanakan.
Bukan bermaksud apa-apa ya, tapi berkaca pada tetangga lain yang berjualan rupa-rupa makanan dapat diambil kesimpulan bahwa target market kami masih sensitif pada harga. Akhirnya, ya sudahlah, dagangan kami selalu terdiri atas bubur kacang hijau, bubur mutiara, dan puding yang setiap hari berganti-ganti warna serta pilihan rasanya.
Modal awal dipakai beli bahan dan kemasan
Modal Rp100.000 tadi kami pergunakan untuk membeli bahan-bahan pembuatan takjil dan juga wadah atau kemasannya. Untuk puding kami gunakan cup mika/plastik kecil-kecil, sedangkan bubur cukup dikemas dalam plastik ukuran seperempat kilo dan diikat karet.
Untuk bubur sempat mau dikemas dalam gelas plastik seperti kemasan es-es kekinian, tapi harganya bakal selisih setidaknya Rp500/porsi. Sedangkan sebagian besar calon pasar yang kami target begitu rentan terhadap selisih harga. Mereka tidak peduli kemasannya secantik apa, bagi mereka yang terpenting harganya murah. Maka, ide tersebut kami simpan.
Oya, puding buatan istri ini bahannya perpaduan Nutrijell dan Pop Ice, ditambah bagian lain yang berbahan campuran susu, agar-agar, dan Chocolatos bubuk. Puding berbahan seperti ini pernah dibuat anak-anak saya dalam video di kanal YouTube mereka di bawah ini.
Bagaimana, membuatnya mudah sekali, bukan? Karena berbahan Nutrijell yang adalah jeli, puding ini juga lebih cepat padat mengeras. Jadi, waktu pembuatannya lebih cepat. Penggunaan santan juga dihindari agar puding dapat disimpan lebih lama andaikata tidak habis.
Berkembang Menjadi Setidak-tidaknya Rp 1,35 Juta
Oke, modal Rp100.000 tadi sudah berubah menjadi bahan-bahan untuk membuat takjil, juga kemasannya. Setelah dimasak, maka bahan-bahan tadi akan menghasilkan setidaknya 50 cup puding jeli, sekitar 25-30 bungkus bubur kacang hijau, demikian halnya bubur mutiara.
Berikutnya kita tentukan harga jual. Tinggal hitung saja berapa total modal yang dihabiskan untuk membuat masing-masing menu takjil, kemudian bagi jumlahnya. Ketemulah angka sekian, tinggal tambahkan berapa keuntungan yang diinginkan dan bulatkan ke atas.
Saya rasa Rp1.500/cup untuk puding dan Rp2.500/bungkus untuk bubur adalah harga yang menarik, sekaligus masih terhitung murah meriah. Kalau merasa harganya masih bisa diturunkan lagi, isinya tentulah musti dikurangi pula agar dapat menjual sebungkus bubur seharga, katakanlah, Rp2.000 dan tetap untung.
Pada praktiknya harga ini tidak kaku sih. Saya tak jarang memberi 4 cup puding alih-alih 3 cup bagi pelanggan yang menyodorkan uang Rp5.000. Bahkan untuk pembeli anak-anak sering saya kasih harga khusus: 3 cup cukup Rp3.000.
Oke, taruhlah harga jual bubur Rp2.000/bungkus dan puding Rp1.500/cup. Setiap hari dengan bermodal Rp100.000 kita dapat membuat total 50 bungkus bubur (kacang hijau dan mutiara) serta 50 cup puding. Kita berjualan di halaman rumah setiap sore mulai pukul 15.30 hingga jelang berbuka.

Semoga Ramadan selanjutnya impian berjualan aneka es segar nan menarik mata seperti ini dapat diwujudkan. Amin. FOTO:
Agar mudah menghitungnya, kita andaikan saja seluruh dagangan tadi selalu habis. Maka, potensi pemasukan yang didapat setiap hari adalah:
= (50 bungkus bubur x Rp2.000) + (50 cup puding x Rp1.500)
= Rp100.000 + Rp75.000
= Rp175.000,-
Berapa keuntungan per hari? Kita andaikan lagi modal harian adalah tetap, yakni selalu Rp100.000. Tidak ditambah, tidak pula dikurangi. Maka tinggal hitung saja pendapatan harian dikurang modal harian. Rp175.000 – Rp100.000 = Rp75.000. Itulah profit bersih harian kita.
Karena Ramadan berjumlah 30 hari, untuk mengetahui keuntungan total selama Ramadan ya tinggal kalikan jumlah tersebut dengan 30. Maka didapatlah angka Rp2.250.000. Jumlah yang sangat lumayan sekali, bukan? Tambah lumayan lagi kalau harga buburnya Rp2.500, karena total keuntungan bisa menyentuh angka Rp 3 juta.
Okelah, dagangan setiap hari habis sepertinya too good to be true. Pada kenyataanya, selama 22 hari berjualan takjil di depan rumah hanya beberapa kali saja dagangan kami benar-benar habis bersih. Yang lebih sering terjadi adalah laku antara 60-80% dari stok hari tersebut. Bahkan sempat tiga hari hanya terjual beberapa bungkus, dan sisanya kami bagi-bagikan ke tetangga atau musala.
Coba kita kurangi angka keuntungan total sebulan yang sebesar Rp2.250.000 tadi menjadi 80%-nya. Jumlahnya menjadi Rp1.800.000, masih sangat menggiurkan bagi saya. Mengingat modal awalnya hanya Rp100.000, artinya selama 30 hari modal tersebut berkembang sebesar 1.500%.
Bagaimana kalau hanya 70%-nya alias Rp1.575.000? Menurut saya sih masih tetap menarik kok.
Kalau 60%-nya alias Rp1.350.000? Tetap saja sangat menarik bagi saya.
Bahkan andaikata hanya mendapat separuh dari asumsi keuntungan total tadi sekalipun, katakanlah Rp 1 juta saja, bagi saya itu jumlah yang besar dibandingkan dengan modal awalnya. Ingat, modal awal kita Rp100.000. Berkembang menjadi Rp1.000.000 artinya uang tersebut bertumbuh 1000% dalam tempo 30 hari, atau rata-rata 33,33% sehari.
Orang saya menunggu dividen saham yang kisaran 7-10% SETAHUN saja saya mau kok, masa iya keuntungan 33,33% SEHARI menolak sih? Yang benar saja! Ini sih peluang yang terlalu bagus untuk dilewatkan. Saya justru menyesal baru action tahun ini, padahal bersama istri sudah merencanakannya sejak bertahun-tahun lalu.
Mengingat betapa lumayan pendapatan yang saya dan istri hasilkan dalam 22 hari Ramadan 1441 ini, kami pastikan tahun depan bakal berjualan takjil lagi–insya Allah. Ketagihan cuy!
Jadi, begitulah rahasia mengubah uang Rp100.000 menjadi Rp 2,5 juta selama puasa Ramadan versi saya. Semoga bermanfaat ya. Selamat berlebaran!
Beri komentar