Saham pertama yang memberi tiga pelajaran penting pada saya
Kesalahan 2: Tergiur Dividen, Padahal Modal Cekak
Saya lantas menimbang ulang strategi investasi yang menurut saya salah besar. Saya membeli saham CEKA karena tergiur potensi dividennya di tahun 2020 ini. Dengan dividen, katakanlah, Rp150 per lembar saham, per lot kita berhak atas Rp15.000 sebelum dikurangi pajak. Lumayan, bukan?
Masalahnya, untuk merasakan dividen yang lumayan kita musti punya jumlah lembar saham yang lumayan juga. Sementara untuk membeli lembar saham yang lumayan, dibutuhkan modal lumayan pula.
Modal saya juga sangat lumayan sih. Tapi, lumayan kecil. Investasi saham jangka panjang berharap dividen, tapi dengan modal mini, menurut saya suatu kesalahan. Nggak akan kerasa dividennya. Sekali lagi, ini menurut saya ya.
Dalam salah satu videonya yang berjudul Passive Income dari Dividen Saham, kanal Galeri Saham memberi hitung-hitungan berapa jumlah uang minimal yang harus kita tanamkan di sebuah perusahaan terbuka agar dapat hidup enak dengan dividen.
Katakanlah sahamnya adalah CEKA, dengan dividen yield anggap saja di angka 10%.
Jika kebutuhan bulanan saya untuk hidup enak sekeluarga di Pemalang adalah Rp 5 juta sebulan, maka dalam setahun saya butuh penghasilan Rp 60 juta. Ini penghasilan bersih setelah dipotong pajak yang harus saya dapatkan per tahun.
Pajak dividen saat ini adalah 10%. Maka saya musti menghasilkan Rp 67 juta setahun. Dividen CEKA anggap saja Rp150/lembar saham. Untuk mendapatkan Rp 67 juta setahun kita butuh 446.666,66 lembar, atau dibulatkan menjadi 4.467 lot saham CEKA.
Berapa modal yang dibutuhkan untuk membeli saham CEKA sebanyak 4.467 lot alias 446.700 lembar? Tinggal kalikan saja. Harga saat artikel ini ditulis, 23 Februari 2020, adalah Rp1.560. Kalikan dengan jumlah lembar saham yang dibutuhkan, yakni 446.700. Hasilnya adalah 696.852.000.
Ya, dibutuhkan uang sebanyak Rp 696,85 juta agar saya hidup berkecukupan dari dividen. Masalahnya, dengan menarik seluruh tabungan dan menjual semua harta benda yang saya punya sekalipun, tak akan terkumpul uang sebanyak itu.
Bagaimana dengan menabung saham seperti yang dikampanyekan BEI?
Ini ide bagus, harus saya akui. Tapi dengan jumlah uang tak seberapa yang bisa rutin saya sisihkan untuk membeli saham setiap bulan, dividen Rp 67 juta setahun baru dapat saya nikmati paling cepat 20 tahun lagi. Dan saya yakin sekali pada saat itu kebutuhan bulanan keluarga kami sudah lebih dari Rp 5 juta. Artinya, target dividen bisa saja tercapai tapi jumlahnya tak lagi mencukupi kebutuhan.
Sementara itu, bursa saham menawarkan peluang lain yang jauh lebih menarik: menggandakan uang.
Yang saya maksud bukan menggandakan uang seperti yang dipraktikkan Dimas Kanjeng lho ya. Tapi mengincar capital gain dari peningkatan harga saham. Ini biasa dilakukan investor dengan melakukan swing trading, yakni melakukan aksi beli-jual sesuai tren pergerakan harga.
Para trader saham bahkan lebih ekstrim lagi, melakukan beli-jual saham dalam tempo harian. Meski target keuntungan yang mereka patok hanya di kisaran 2-3% per hari, tapi dikalikan sekian hari bursa dalam satu bulan, angka total keuntungannya banyak juga.
Lesson learned number 2: Kalau modal cekak, lebih baik dikembangkan dulu saja. Yang penting ketat dalam memilih saham, dan tidak tergiur keuntungan sesaat yang menyesatkan. Beli saham gorengan karena tergiur ARA, misalnya.
Maka, opsi paling tepat menurut saya adalah swing trading.
Ya, dengan waktu sangat luang yang dimiliki saya bisa memilih saham potensial tapi masih tergolong undervalue. Lalu tinggal cermati kapan waktu yang pas untuk masuk, bersabar hingga target terpenuhi, dan bingo! Dana di RDN saya bakal berlipat ganda.
Strategi ini sempat berhasil saya terapkan. Satu saham pilihan saya memberi return 103% lebih sedikit tahun lalu. Kenaikan dua kali lipat ini terjadi hanya dalam tempo 1,5 bulan. Saya mulai kumpulkan akhir September 2019 di harga rata-rata Rp113, kemudian menjualnya pada pertengahan Oktober 2019 di harga Rp228.
CEKA menarik, seandainya profitabilitasnya lebih besar mungkin akan mulai saya akumulasi. Terimakasih informasinya pak.
SukaSuka
Coba perhatikan rincian sumber labanya dengan teliti, Mas.
Ini perusahaan minyak goreng apa bank sebenarnya? π
SukaSuka
Dear Mas Eko,
Artikel nya sangat menginspirasi, terima kasihπ.
Saat ini sy jg lg tertarik invest di saham dan stlh membaca artikel Mas Eko ini jd pgn tahu lbh soal “mencatat”… Apa saja yg perlu di catat?
Apa yg hrs di lakukan buat sy yg tdk tau membaca laporan keuangan?
Mohon petunjuk nya lagi.
Sembah suwun ya Mas
SukaSuka
Hai, Mas. Ini pandangan saya terkait investasi saham ya. Hal pertama yang harus ditentukan adalah target kita, mau jangka panjang atau jangka menengah. Jangka pendek juga bisa, namun saya pribadi lebih senang bermain di jangka menengah (hitungan 3-6 bulan sebelum realisasi profit) dan jangka panjang (khusus untuk saham yang saya yakin dapat disimpan lebih dari 5 tahun dengan cara mencicil). Untuk kedua target ini saya mengharapkan profit dari dua hal: capital gain (dengan target persentase di atas 25%) dan dividen (dengan yield bersih minimal 5%).
Kedua, hal terpenting adalah memilih perusahaan yang akan kita beli sahamnya. Karena targetnya jangka menengah-panjang, maka harus pilih perusahaan sehat yang terus mencatatkan laba. Syukur-syukur terus meningkat labanya dari waktu ke waktu, sebab peningkatan laba berkorelasi dengan peningkatan EPS.. Dan ujung-ujungnya berarti peningkatan dividen.
Selain perusahaan mencatatkan untung, saya juga sangat concern dengan hutang yang dimiliki perusahaan. Karenanya saya memilih perusahaan yang minim bahkan nol hutang berbunga. Hutang ini di masa normal tidak terlalu berdampak, terlebih bila dapat menjadi pendongkrak laba. Namun di masa pandemi seperti sekarang, hutang akan sangat membebani perusahaan. Karenanya saya cenderung menghindari perusahaan yang hutangnya besar.
Ketiga, waktu masuk atau timing membeli saham. Karena kita bermain jangka menengah-panjang, maka masuknya tidak perlu buru-buru, Harga saham itu kalau nggak naik ya turun, hanya itu. Supaya untung maksimal, kita beli saat harganya turun lalu tunggu sampai naik. Karena kita tidak tahu kapan harga saham naik sesuai target, maka kita pilih saham-saham dengan dividen bagus. Jadi, anggap saja dividen itu sebagai uang tunggu sampai harga saham mencapai target yang diinginkan.
Catatan saya hanya tiga itu saja, Mas. Saya juga masih harus banyak belajar. Yang penting jangan terlalu serakah dan buru-buru dalam mengambil keputusan. Semoga membantu. Terima kasih sudah membaca tulisan saya.
SukaSuka
Kalau kata adek sepupu saya, Pilih yang jelas-jelas, kak. Tidak masalah dapatnya sedikit, tapi aman. ahahahhaha.
Saya sendiri belum sama saekali ikutan beli
SukaSuka
Iya, Mas. Bener juga itu. Dulu sempat mikir, ambil untung 1-2% itu apa ya kerasa. Tapi ternyata 1-2% sehari, dikali 20 hari bursa sebulan, dikali 240 hari bursa setahun, ya gede juga. Apalagi kalau modal dan profit terus digulung.
SukaSuka
Oh ini toh katanya aktivitas yang pernah Mas Eko sebut menguntungkan walau waktunya pendek. Keren ih mainannya sekarang, aku mah roaming haha.
Benar dengar investasi saham pas acara financial planning dari Kominfo, tapi sebatas tahu aja. Di buku Millionaire Mind juga disebut sih ada tukang pos yang sukses dengan investasi saham.
SukaSuka
Wuih, baca buku Millionaire Mind ya, Mas? Udah ada terjemahannya belum sih itu? Aku udah lama masukin itu buku ke wishlist di BookDepository, tapi belum juga bisa eksekusi beli hehehe.
Btw, buat freelancer kaya kita, kayanya perlu punya pengaman buat masa-masa tak terduga atau sesudah kita nggak bisa lagi berkarya/dapat job, Mas. Tadinya kupikir tabungan saja udah cukup, tapi kan bakal kalah sama inflasi to. Kalau diinvestasikan ke dalam saham, insya Allah uangnya berkembang biak. Beranak dan bercucu.
SukaSuka
Yang karya Thomas J. Stanley kan Mas? Sudah ada Mas versi bahasa Indonesia, bukunya memang bergizi. Bagus buat contoh pengusaha terutama karena banyak pengalaman nyata miliarder Amerika. Penerbitnya Change Publiser, Mas. Saya doakan makin sukses investasi sahamnya, Mas.
SukaSuka
Iya, Mas. Bener itu penulisnya. Ternyata beliau ini juga yang nulis buku The Millionaire Next Door, baru sadar. Hahaha.
Btw, matur nuwun sanget untuk doanya. Ini masih belajar, semoga “biaya belajar”-nya nggak habis banyak.
SukaSuka
Lanjutkan, Mas. Saya belum berani masuk ke sana karena modal minimal. Mungkin nanti-nanti.
SukaSuka
Aku pun modal kecil, duit fee sponsored post sama content placement yang nggak seberapa itu (tahu sama tahulah berapa nilainya) yang kukumpulin ke sana. Kaya nabung jadinya, hehehe.
SukaSuka
Kalau di medsos, buibu lagi rame nabung emas dalam bentuk LM, Mas. Aku ngikutin aja beritanya hehe
SukaSuka
Mmmm, nabung emas ini kan sama aja beli emas nyicil to. Padahal hukum beli emas kudu tunai, ada uang ada barang. Nggak boleh ada jeda karena dalam Islam emas dinilai sebagai uang. Tapi, ya, pasti bakal ada yang punya pendapat berbeda.
SukaSuka
Maaf, aku kurang elaboratif pas ngetik. Maksud nabung di sini bukan beli dengan bertahap, Mas, tapi menabung tiap keping secara tunai. Mereka prinsipnya beli pas ada uang, bukan pas harga emas turun. Ga disarankan beli secara nyicil ala pegadaian atau marketplace, tapi belum dijelasin alasannya. Belum ke arah batil-haq sih.
SukaSuka
Oalah, kukira yang model nabung di Pegadaian itu lho. Kalo yang itu aku masih kurang sreg karena yang kupercaya nggak boleh beli/memiliki emas model begitu. Kalau yang beli tunai gitu ya oke sih. Dulu sempat punya niat begitu, tiap bulan beli ora ketang segram. Tapi ya, namanya namanya. Rencana tinggallah rencana. Hahaha.
SukaSuka
Ini Mas status FB yang banyak dibagikan, barangkali tertarik. Ya secara umum sih mungkin udah tahu ya karena investasi emas memang menguntungkan. Ceritanya Emak ini nyimpan uang deposito 50 juta dalam tiga tahun dapat selisih 7 jutaan. Pas ngobrol sama kokoh Cina–yang katanya dah stop nabung uang tapi nabung emas–ternyata kalau dirupakan emas, uangnya bisa jadi 100,5 juta. Intine ya nek duwe duit tunai wkwkwk
https://web.facebook.com/juliawingantiniwibowo/posts/10217146653400447
SukaSuka
Terima kasih banyak, Mas. Bacaan bermanfaat banget ini. Bahasannya senada dengan posting yang pernah kutulis 2011 lalu, Mas: https://bungeko.com/2011/04/04/benarkah-rajin-menabung-pangkal-kaya/ yang kemudian jadi alasan kenapa aku nggak suka lagi simpan uang di bank.
Lantas, posting di awal 2017 ini sebentuk niat untuk pengen coba nabung emas lagi: https://bungeko.com/2017/02/01/5-keuntungan-menabung-emas/. Tapi, ya begitulah. Sempat dijalankan beberapa kali, dan itu hanya beli emas perhiasan murah di pasar, lalu negara api menyerang. Hahaha.
SukaSuka
setelah negara api menyerang, haha. sangat relate nih π
SukaSuka