Highlight:

Serunya jelajah sejarah di Maluku Utara

Jelajah sejarah di Maluku Utara

BANGSA yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya. Kalimat ini rasanya tidak asing lagi bagi kita. Adalah Ir. Soekarno, sang Bung Besar proklamator kemerdekaan Republik Indonesia, yang mengucapkan deretan kata-kata tersebut.

Dalam pidato kenegaraan terakhirnya sebagai presiden, 17 Agustus 1966, Bung Karno menekankan betul tentang pentingnya bangsa Indonesia mempelajari sejarahnya sendiri. Putra Sang Fajar memberi judul pidato tersebut Djangan Sekali-kali Meninggalkan Sedjarah, yang kemudian lebih popular dengan akronimnya: Jas Merah.

Coba simak satu penggalannya berikut.

“Adalah benar bahwa hari ini dan esok diwarnai oleh masa lalu, dengan belajar dari sejarah kita akan dapat memilih warna masa depan sesuai dengan selera kita, karenanya tidak ada satupun bangsa yang besar tanpa menghargai sejarah.”

Catat baik-baik bagian ini, “…tidak ada satupun bangsa yang besar tanpa menghargai sejarah.” Dari sinilah kemudian muncul kalimat sakti, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa-jasa para pahlawan.”

Didorong oleh semangat Jas Merah, dalam waktu-waktu belakangan saya begitu bersemangat mengunjungi Maluku Utara. Pelajaran Sejarah sendiri sudah jadi favorit saya sejak duduk di bangku kelas satu SMP. Saya bahkan pernah mendapat nilai 10 dalam ujian Sejarah di kelas tiga SMP.

Dari tiga perjalanan pada April 2017, Agustus 2017, dan Maret 2018, saya berkesimpulan Maluku Utara adalah tempat paling tepat untuk mempelajari sejarah bangsa dan negara. Malah rasanya tidak berlebihan kalau saya sebut, karena wilayah inilah bangsa-bangsa asing berdatangan ke Nusantara dan pada gilirannya orang-orang Eropa nan tamak menancapkan kuku-kuku kolonialisme.

Banyak peristiwa besar berskala internasional terjadi di kawasan ini. Sejak jaman kesultanan-kesultanan, selama Perang Dunia I dan II, hingga masa revolusi fisik setelah kemerdekaan. Dalam konfrontasi pembebasan Irian Barat pada kurun 1961-1964, misalnya, kawasan Maluku Utara memainkan peranan sangat penting. Terlebih karena Papua selama ratusan tahun terakhir merupakan wilayah kekuasaan Kesultanan Tidore.

Demi memuluskan penyatuan Irian Barat ke Republik Indonesia, Presiden Soekarno melakukan pendekatan khusus kepada Sultan Zainal Abidin Syah. Gayung bersambut. Sultan merelakan Papua, bersama-sama wilayah Kesultanan Tidore lain yang belum termasuk, menjadi bagian RI. Bung Karno pun membentuk Provinsi Perjuangan Irian Barat yang berpusat di Soasio, ibu kota Tidore, dan mengangkat Sultan sebagai Gubernur.

Kabar gembiranya, beberapa pelaku dan saksi sejarah peristiwa ini masih hidup. Dan saya begitu beruntung dapat menjumpai beberapa di antaranya, sehingga berkesempatan mendengar langsung pengalaman dan kenangan pribadi mereka.

Nenek Salma, Kakek Idris Jusuf, Nenek Bujuna Samdi

Dari kiri: Nenek Salma Dano Hasan, pemilik Penginapan Seroja di Tidore; Kakek Idris Jusuf, eks wartawan di Ternate; Nenek Bujuna Samdi di Weda. Ketiganya merupakan saksi dan pelaku sejarah Perang Trikora dalam rangka pembebasan Irian Barat. FOTO: Eko Nurhuda/bungeko.com

Nenek Salma Sang Penari

Kalau datang ke Tidore, cobalah bermalam di Penginapan Seroja yang ada di Kampung Soajawa, Soasio. Bukan cuma karena lokasinya yang berdekatan dengan spot-spot wisata unggulan, juga kolam air lautnya yang bikin betah, tapi Nenek Salma Dano Hasan pemilik penginapan ini menyimpan kisah-kisah menakjubkan.

Saya tak sempat mengobrol banyak dengan Nenek Salma pada kunjungan pertama ke Tidore, April 2017. Rangkaian prosesi Festival Tidore 2017 begitu melelahkan, sehingga sekembalinya di penginapan saya hanya bisa mandi dan kemudian istirahat agar esoknya kembali segar.

Sampai kemudian berpamitan karena harus menyeberang ke Ternate dan pulang, saya hanya bisa mengobrol basa-basi sebentar di halaman penginapan lalu foto bersama.

Barulah pada kesempatan kedua, Agustus 2017, saya menyempatkan waktu khusus untuk menemui beliau. Selepas mengikuti upacara 18 Agustus 2017 di Mareku (Baca juga: Kado Kecil untuk Nenek Amina), lalu makan siang dan ikut salat Jumat di Sigi Kolano (masjid Kesultanan), saya pun mendatangi Nenek Salma di Seroja.

Nenek Ama, demikian beliau biasa dipanggil, menyambut saya dengan senang hati. Kondisi kesehatan beliau sebenarnya sedang tidak baik waktu itu, tapi kami bisa mengobrol hingga nyaris magrib. Tiga baterai kamera yang saya bawa sampai habis semua untuk merekam apa-apa yang Nenek Ama ceritakan.

Mula-mula saya pancing obrolan dengan menanyakan sosok Sultan Zainal Abidin Syah. Keluarga Nenek Ama masih ada kaitan darah dengan almarhum, jadi beliau dapat bercerita dengan sangat lancar. Ingatannya masih tajam. Hanya saja bicaranya sesekali terbata-bata, tidak lancar.

“Orangnya gagah sekali, tampan.” Nenek Ama membuka cerita. Ketika menyebut “gagah sekali” kedua tangannya mengacungkan jempol ke depan dada. Tampak sekali beliau amat bangga dengan sosok almarhum.

Menurut Nenek Ama, Sultan Zainal Abidin Syah naik tahta Kesultanan Tidore setelah dinobatkan di rumahnya. Ya, rumah yang sejak 2001 beliau sulap jadi Penginapan Seroja.

Penginapan Seroja, Tidore

Penginapan Seroja yang terletak di Kampung Soajawa, Soasio, ini awalnya rumah kediaman orang tua Nenek Salma yang kemudian diwarisinya. Sejak 2001, rumah tersebut disulapnya menjadi penginapan. Siapa sangka rumah ini menyimpan sejarah besar Tidore, sebagai tempat dinobatkannya Sultan Zainal Abidin Syah. FOTO: Eko Nurhuda/bungeko.com

“Siapa yang melantik beliau, Nek?” tanya saya dengan antusias.

“Ya, bobato-lah,” tukas Nenek Ama cepat. Bobato adalah satu perangkat adat Kesultanan Tidore.

“Kenapa dilantik di rumah ini?” Rasa ingin tahu saya begitu besar.

Nenek Ama diam sejenak. Beliau tampaknya berat mengatakan ini. “Dulu kan tidak ada Kedaton, dihancurkan sewaktu jaman Belanda,” ujarnya kemudian. Pandangan matanya menerawang ke langit-langit ruangan.

Kadato Kie atau istana Kesultanan Tidore memang sempat dibumi-hanguskan setelah Sultan Achmad Kawiyuddin (1894-1906) mangkat. Ini membuat Kesultanan Tidore seolah menghilang dari muka bumi. Tanpa sultan, tanpa istana. Beruntung beberapa pusaka berhasil diselamatkan, termasuk mahkota suci, sehingga keberlanjutan kesultanan masih dapat diupayakan.

Setelah lowong selama 41 tahun, posisi Sultan Tidore kembali diaktifkan dengan naiknya Sultan Zainal Abidin Syah pada 1947 — beberapa sumber menyebut tahun berbeda.

Baca lanjutannya di sini…

Menulis di GoodNovel dan raih penghasilan ratusan USD!
About Eko Nurhuda (412 Articles)
A happy father of three. Blogging and making video for fun. Love food, book, music, and sometime football #YNWA

36 Comments on Serunya jelajah sejarah di Maluku Utara

  1. Merinding bacanya, waktu mereka teriakkan merdeka dan ibiu fatmawati jadi derijen lagu indonesia raya. mbayanginnya bikin merinding dan haru……Love Indonesia

    Suka

  2. Jalan-Jalan KeNai // Sabtu, 23 Juni 2018 pukul 19.42 // Balas

    Memang lebih seru bertanya ke saksi sejarahnya langsung. Berarti penginapan Seroja juga mempunya sejarah berharga, ya 🙂

    Suka

  3. Wuah,,, berasa baca buku biografi sejarah. Lengkap.

    Suka

  4. Beruntung sekali bertemu dengan saksi sejarah. Iya, Pak, perlu ada rekaman video supaya generasi selanjutnya masih tetap mengingat lika-liku sejarah Indonesia. Jangan sampai rakyat Indonesia jadi kacang lupa kulitnya.

    Suka

    • Iya, Bu, betul sekali. Sebisa mungkin pertemuan dengan sosok-sosok seperti ini diabadikan, setidaknya dalam bentuk foto sebagai dokumentasi. Apalagi di era di mana banyak yang berkata, no photo hoax hehehehe

      Suka

  5. ketemu dengan nenek yg mana di jaman duluuu banget mempunyai sejarah yg historic ya, sungguh beruntung, apalagi beliau-beliau ini masih bisa menceritakan kisahnya.
    Btw, selamat mendapatkan juara 2 skyscanner ya mas eko

    Suka

  6. Bagus banget tulisannya.
    Beruntung ya mas bisa bertemu dengan pelaku sejarah yg masih hidup. Semoga mereka sehat dan panjang umur.

    Saya juga sudah merencanakan untuk ke Maluku utara tahun depan, semoga saja rencana tersebut berjalan lancar.

    Selamat ya mas meraih juara 2 dalam lomba skyscanner 🙂

    Suka

    • Hai, Mbak. Terima kasih sekali untuk ucapan selamatnya. Iya, beruntung saya dapat berjumpa dengan beliau-beliau yang hebat ini, saksi sekaligus pelaku peristiwa-peristiwa penting negara kita. Wuih, rencana bagus itu ke Maluku Utara. Provinsi dengan indeks kebahagiaan tertinggi. Pulang dari sana dijamin kita ketularan bahagia deh.

      Suka

  7. Sejarah menjadi begitu menarik kalau Eko yang memaparkan, apalagi referensinya dari sosok yang masih hidup. Sepertinya keinginan aku ke Ternate dan Tidore harus segera ditunaikan hehehe

    Suka

    • Hehehe, terima kasih banyak, Mbak.
      Mungkin benar apa yang dibilang Mas Belalang Cerewet, sepertinya aku salah jurusan waktu kuliah. Tapi sejarah memang asyik kok. Lagipula, apa sih serunya kita mengunjungi suatu tempat kalau tidak ada cerita atau kisah mengenai tempat tersebut?

      Suka

  8. Sntimainstream ya mas, berwisata bersama lansia hehee just kidding

    Suka

  9. Senang ya bisa bertemu dengan orang-orang yang luar biasa di Tidore

    Suka

  10. Benar-benar salah jurusan waktu kuliah dulu, harusnya Mas Eko ambil jurusan sejarah. Passion benar terlihat jadi travelingnya berbobot. Aku pribadi juga suka sih yang berbau sejarah walau minus pelesiran hehe. Baca buku aja. Traveling bagian Mas Eko aja, aku yang baca. Gini aja udah anteng depan laptop je.

    Suka

  11. Iyanih naek garuda pertama kali ketagihan banget 😀

    Suka

  12. Suatu saat emg harus ke Ternate nih sepertinya

    Suka

  13. Kalo ada rencana ke Ternate atau Tidore, kabar2i ya mas Eko, siapa tahu bisa ikutan. Kan jadi bisa nabung dulu buat beli tiket pesawat Garuda..hehe
    Aku suka banget kalo mas Eko udah nulis cerita yg berkaitan deg sejarah gini, serasa diceritain langsung sama orangnya

    Suka

    • Insya Allah, Mbak. Memang selalu ada niatan ke Maluku Utara lagi, soalnya semakin dikulik kok malah semakin banyak ceritanya. Jadi kaya orang minum air garam gitu, semakin diminum semakin haus. Nanti ta kabari kalau ada rencana ke Ternate lagi, mana tahu bisa bareng 🙂

      Suka

  14. Tulisan ini mas Eko bingits! detail dan menyentuh.

    Suka

  15. keren bang, wisata sekalian belajar sejarah

    Suka

  16. Beruntungnya Mas Eko bisa ketemu dengan para saksi sejarah.. 🙂 Aku waktu sekolah dulu juga suka pelajaran sejarah. Sampai pernah baper gara-gara pas ulangan cuma salah satu, itu pun gara-gara ejaan nama orang yg salah.. haha.. Masih inget sampe sekarang.. 😀 Semoga bisa mudik ke Jambi juga pakai Garuda ya biar anak-anak pada seneng.. 🙂

    Suka

  17. Angkat tangan deh kalo mas Eko sudah bawa tema kayak gini.

    Suka

1 Trackback / Pingback

  1. Pemenang Kompetisi Blog Jelajah Nusantara Skyscanner

Beri komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.