Highlight:

Perjalanan panjang menuju Tidore

Njenengan di mana?” tanya Mas Rifqy setelah membalas salam saya.

“Lagi ngecas hape di tiang-tiang besar itu lho. Kalian di mana?” saya balik bertanya.

“Di dekat gate. Ke sini saja, di sini juga ada tempat ngecas,” kata Mas Rifqy. Lalu telepon ditutup.

Saya mengemasi charger hape dan baterai kamera, kemudian bergegas mencari gate yang dimaksud Mas Rifqy. Kalau menurut papan petunjuk sih letaknya di sebelah kanan saya duduk, hanya saja tertutup lapak-lapak kafe dan toko souvenir. Jadi saya musti jalan memutar.

Meski belum pernah bertemu muka dengan keduanya, tak sulit bagi saya mengenali sosok Mas Rifqy dan Mbak Zulfa. Saya sudah menghapal wajah-wajah mereka dari foto profil di WA, juga di berbagai media sosial. Apalagi tampang jawa dua orang ini terlihat menonjol sekali dalam kerumunan orang-orang Indonesia Timur.

Senyum lebar terpentang di wajah Mas Rifqy begitu saya menemukan tempatnya. Mbak Zulfa tampak tengah berbaring di kursi besi panjang. Blogger sekaligus citizen journalist yang lebih dikenal dengan nama Emak Mbolang itu bangun dan duduk. Senyumnya mengembang.

Kami bersalaman. Setelah saling bertanya penerbangan sebelumnya, Mas Rifqy meraih Sony Alpha 5000 dari dalam tasnya. Monitor LCD kamera tersebut di-flip ke atas sehingga kami dapat melihat frame tangkapan lensa. Tanpa dikomando kami semua dalam posisi siap jepret.

“Untuk laporan di grup WA,” ujar Mas Rifqy, lalu mengambil handphone.

Sembari melanjutkan obrolan, dengan cepat ia pindahkan foto barusan ke hape dan dikirim ke grup Tidore untuk Indonesia di WhatsApp. Dari Jakarta, Koh Deddy dan Yayan mengabarkan sedang terkantuk-kantuk menunggu jadwal penerbangan Jakarta-Ternate pukul 03.00 WIB.

foto bareng Mbak Zulfa dan Mas Rifqy di Bandara Sultan Hasanuddin

Senang rasanya dapat berkenalan dengan dua sosok hebat ini. FOTO: Rifqy Faiza Rahman

Sekira satu jam berselang kami berpencar. Mbak Zulfa melanjutkan tidur di kursinya, Mas Rifqy yang kelaparan mencari konter Roti’O dan tak kembali lagi sampai sekitar pukul tiga, sedangkan saya duduk menempel tembok di dekat rak-rak charging. Ingin rasanya tidur lagi, tapi rasa kantuk tampaknya masih jauh.

Saya sempat berjalan-jalan ke sana-sini untuk mengusir kebosanan. Melihat-lihat ukiran yang dipajang di beberapa tempat. Mengobrol sebentar dengan dua orang gadis Papua yang hendak kembali ke Sorong. Juga tak lupa merekam momen-momen di ruang tunggu.

Pukul empat lewat panggilan boarding untuk penumpang tujuan Ternate terdengar. Petugas di gate berteriak-teriak “Ternate, Ternate”, sementara satu petugas lain berkeliling ke kerumunan calon penumpang yang sebagian besar masih tertidur.

Syukurlah penerbangan Makassar-Ternate tepat waktu. Saya bergegas menuju ke antrian bersama Mbak Zulfa dan Mas Rifqy. Setelah petugas memeriksa boarding pass kami dipersilakan menuju ke apron di mana pesawat terparkir.

Nomor kursi saya sama persis seperti penerbangan Jogja-Makassar. Namun karena tipe pesawat untuk penerbangan Makassar-Ternate lebih kecil, posisi duduk saya jadi berada tepat di sebelah sayap. Itu artinya tepat di sebelah baling-baling nan bising.

Tapi tak masalah. Saya tipe orang yang kalau kantuk sudah menyerang, seberisik apapun suasananya tak akan bisa mengganggu tidur nyenyak saya. Itu sebabnya begitu menemukan tempat duduk saya langsung memasang posisi senyaman mungkin. Saya harus tidur lagi. Saya baru tidur kurang-lebih dua jam malam itu.

Belum lagi pesawat take off, saya sudah terbuai ke alam mimpi.

*****

Pulau Halmahera dari atas pesawat

Pesawat Sriwijaya Air yang saya tumpangi memutar di atas Pulau Halmahera terlebih dahulu sebelum mendarat di Bandara Sultan Babullah, Ternate. FOTO: Eko Nurhuda

PESAWAT dengan nomor penerbangan SJ 598 itu terbang semakin rendah. Agaknya Bandara Sultan Babullah kian dekat. Pulau-pulau di bawah yang tadinya tampak kecil kelam membiru jadi terlihat jelas. Tapi tetap saja saya tidak bisa mengidentifikasi namanya satu-satu.

Hanya Pulau Halmahera yang kemudian bisa saya kenali. Mudah saja. Ini pulau terbesar di Maluku dan pilot selalu terbang memutari sebagian Halmahera terlebih dahulu agar posisi pesawat sesuai dengan landasan pacu di Ternate.

Prepare for landing position.” Terdengar suara pilot memberi aba-aba pada kru pesawat. Kemudian terlihat laut di bawah semakin mendekat, dekat, dan dekat sekali. Landasan pacu Bandara Sultan Babullah memang terletak tepat di tepi laut.

Pulau-pulau yang tadi hanya serupa lingkaran di tengah laut terlihat membesar. Saya duduk di sisi kanan pesawat, sehingga yang terlihat dari jendela saat landing adalah hamparan Laut Maluku dengan Pulau Hiri dan Pulau Halmahera di kejauhan.

Terjadi hempasan keras saat roda pesawat menyentuh runway. Hard landing, yang oleh Mas Rifqy dikomentari dengan satu kata dalam bahasa Jawa, “Atos.” Tapi ini tak mengurangi excitement yang saya rasakan begitu melihat Bandara Sultan Babullah dalam balutan warna kuning berpadu biru.

“Akhirnya aku sampai di Maluku!” jerit saya dalam hati. Wajah ini terasa berseri-seri ketika melangkah keluar pesawat, menuruni tangga, dan kemudian menginjakkan kaki di apron. Dengan penuh takjub (norak? :D) saya sapukan pandangan ke sekeliling. Mencari-cari letak Pulau Tidore, tujuan utama kami.

Hangatnya mentari menyapa. Terasa lebih panas bagi saya yang terbiasa tinggal jauh di bawah garis Khatulistiwa. Ternate terletak di sekitar 1Β° Lintang Utara. Jauh lebih dekat ke Khatulistiwa dibanding Pemalang yang ada di 7Β° Lintang Selatan. Dan secara teori beriklim lebih hangat.

Foto bareng Mbak Zulfa "Emak Mbolang" di Bandara Ternate

Mas Rifqy berbaik hati menjepret saya dan Mbak Zulfa, dengan latar belakang bangunan terminal Bandara Sultan Babullah, Ternate. FOTO: Rifqy Faiza Rahman

Tak seperti penumpang lain yang langsung berjalan menuju terminal kedatangan, kami bertiga bertahan di apron tak jauh dari pesawat. Masing-masing memegang kamera dan sibuk menjepret sana-sini. Mbak Zulfa dengan Nikon D3300-nya, Mas Rifqy dengan Sony Alpha 5000, dan saya dengan Canon Powershot SX610 HS.

Tak ada alasan untuk tidak menyempatkan diri berfoto-foto di sini. Terlebih jika datang ke Ternate dengan status turis seperti kami. Pulau Hiri tampak jelas dari tempat kami berdiri. Pulau Halmahera terlihat memanjang di kejauhan. Hembusan angin laut membuat kami betah berlama-lama di bawah sengatan sinar matahari pagi.

Tepat di belakang gedung bandara tampak Gunung Gamalama tersaput gumpalan awan kelabu. Kami bertiga sempat berkelakar menggeser awan-awan tersebut agar mendapat foto utuh Gamalama. Tapi sampai kemudian kami pergi dari bandara beberapa jam kemudian, mega mendung tak kunjung meninggalkan Gamalama.

Belum rejeki.

Tak apa. Toh, saya sudah sangat senang sekali dapat mewujudkan perjalanan terjauh seumur hidup. Jarak yang telah saya tempuh hari itu sejauh 2.177 kilometer. Dengan waktu tempuh total selama 21,5 jam, dihitung dari saat naik travel Pemalang-Jogja sampai mendarat di Bandara Babullah.

Tak henti-hentinya saya mengucap “Alhamdulillah…” dalam hati.

Tulisan ini merupakan seri pertama dari rangkaian reportase trip Blogger Goes to Tidore selama Festival Hari Jadi Tidore ke-909 pada 8-13 April 2017. Terima kasih banyak pada Ngofa Tidore Tour & Travel beserta segenap sponsor yang telah memfasilitasi perjalanan ini.

Catatan: Seluruh foto dipakai dengan seijin pemilik masing-masing. Foto-foto dengan watermark bungeko.com adalah hasil jepretan saya sendiri, selain itu dicantumkan nama fotografer & pemilik hak ciptanya di dalam caption.

Menulis di GoodNovel dan raih penghasilan ratusan USD!
About Eko Nurhuda (410 Articles)
A happy father of three. Blogging and making video for fun. Love food, book, music, and sometime football #YNWA

16 Comments on Perjalanan panjang menuju Tidore

  1. waaaa saya kangen sama cengkeh
    Ranum sekali aromanya
    Inget jaman kecil sering manjat2 bantuin kakek metik cengkeh
    Foto mas Eko menghadirkan kenangan itu

    Suka

  2. Saya ngakak di bagian mas Eko salah konter, hahaha. Mungkin masih belum ngumpul nyawanya hahaha.

    Saya itu sehabis beli roti, niatnya mau coba tidur tapi susah tidur, hahaha. Padahal ngantuk dan mata pedas. Di pesawat ke Ternate pun cuma tidur beberapa menit. Sempat tidur pula sebentar saat di mobil mau ke Seroja. Tapi pas nyampe, ngantuknya ilang! Hahaha

    Ceritanya lengkap! Jadi ikut bernostalgia dan menyemangati saya buat menulis Tidore lagi. Maturnuwun buat semangatnya mas! πŸ™‚

    Suka

  3. Lengkap banget mas Eko. Baca ini, aku seolah diajak berpetualangan dari saat mas Eko berangkat dari rumah hingga kita jumpa. Gak nyangka, sampe salah konter gitu ya hahaha. Ditunggu kisah selanjutnya mas πŸ™‚

    Suka

  4. Ahhhh Jadi ingat ketemuan di Bandara. trus sampeyan ngomong sendiri di belakang. ngomong sama kamera maksudnya.

    permisi, hebat apa berat? setahuku emak mbolang itu berat …. badannya.hahaha

    Suka

  5. Mbacanya jadi ikut merasakan puluhan jam perjalanan. Luar biasa. Kalo aq sudah remuk itu badan hihihi

    Suka

  6. Wah, I feel you, Mas! Perjalanan ke Ternate memang jauuh sekali.
    Dulu saya pernah kerja di Halmahera, rumah saya di Pekalongan. Saat schedule on duty tiba, saya mesti naik kereta dari Pekalongan ke Jakarta. Lanjut pesawat Jakarta ke Manado, lalu lanjut ke Ternate. Tepar rasanya! Jaman dulu penerbangan ke Ternate belum banyak pilihan flight ataupun rutenya.
    Tapi Ternate memang indah, Tidore juga. Jadi kangen kota itu…

    Suka

    • Wah, dulu harus ke Manado dulu ya? Sekarang lebih enak berarti, sudah ada flight langsung kalo dari Jakarta. Cuma pilihan jam penerbangannya nggak bersahabat. Agustus lalu saya berangkat dari Jakarta jam 03.00. Nggak tidur deh begitu masuk Bandara Soetta, takut ketinggalan pesawat πŸ˜€

      Suka

3 Trackbacks / Pingbacks

  1. Mega Mendung di Langit Ternate – bungeko.com
  2. To Ado Re, Tidore… – bungeko.com
  3. Tari Kapita di Rum Balibunga – bungeko.com

Beri komentar

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d blogger menyukai ini: