Highlight:

Geef Mij Maar Nasi Goreng, ungkapan rindu pada tanah kelahiran

geef mij maar nasi goreng

LAHIR dan tumbuh besar di Palembang membuat saya kerap dilanda kerinduan akan makanan khas kota ini. Terutama pempek dan laksan, dua penganan lokal yang sempat dijual Ibu. Karenanya saya bakal senang bukan main kalau menjumpai penjual pempek di mana saja pergi. Apalagi kalau si penjual berasal dari Palembang, atau setidak-tidaknya Sumatera Selatan.

Rupanya hal sama dialami seorang mevrouw Belanda kelahiran Surabaya, Wieteke van Dort. Di tempat tinggal barunya, pesohor Negeri Kincir Angin ini tak pernah bisa melupakan makanan khas Kota Buaya. Makanan khas Indonesia. Bedanya, ia mengungkapkan kerinduan tersebut dalam bentuk lagu.

Lagu-lagu gubahan Wieteke banyak menceritakan romansa semasa tinggal di Hindia Belanda. Ia mengenang keindahan alam Nusantara, juga makanan-makanan khasnya. Dari sekian ciptaan, Geef Mij Maar Nasi Goreng merupakan salah satu yang paling populer.

Judul lagu ini berarti “beri saja aku nasi goreng”, bercerita tentang adaptasinya terhadap makanan Belanda yang terasa asing di lidah. Ketika itu Wieteke dan keluarganya baru saja pindah ke Belanda, bersama-sama ratusan ribu orang Belanda lain dari Indonesia. Ini menyusul kebijakan anti-Belanda yang dilancarkan pemerintah RI terkait sengketa Irian Barat.

Wieteke pun memulai lagu Geef Mij Maar Nasi Goreng dengan cerita repratiasi pada bait pertama. “Toen wij repatrieerden uit de gordel van smaragd (Saat kami tiba dari Indonesia).” Lalu dilanjutkan dengan kekagetannya akan iklim dingin Belanda dan makanannya yang tidak sesedap kuliner Nusantara.

Dat Nederland zo koud was hadden wij toch nooit gedacht
(Kami tidak pernah tahu bahwa Belanda begitu dingin)
Maar ‘t ergste was ‘t eten. Nog erger dan op reis
(Yang paling buruk adalah makanannya.
Lebih buruk dari makanan yang kami dapat selama di perjalanan)
Aardapp’len, vlees en groenten en suiker op de rijst
(Kentang, daging dan sayuran dan nasi dengan gula)

Karena merasa makanan Belanda tidak cocok dengan lidah jawanya, merengeklah Wieteke meminta nasi goreng. Dengan telur goreng mata sapi, ditambah sambal dan kerupuk sebagai condiment. Untuk minumannya ia mau segelas bir yang enak.

Geef mij maar nasi goreng met een gebakken ei
Wat sambal en wat kroepoek en een goed glas bier erbij


Mengutip laman dutchcharts.nl, lagu ini pertama kali dirilis sebagai single pada tahun 1977 di bawah label Philips. Ya, nama yang di Indonesia identik sebagai merek lampu. Wieteke menggandeng komposer dan pianis kenamaan Johannes Andreas Stokkermans untuk menggarap musik Geef Mij Maar Nasi Goreng. Hasilnya, jadilah sebuah lagu melankolis diiringi musik rancak nan enak di telinga.

Di Indonesia, Geef Mij Maar Nasi Goreng dan lagu-lagu Wieteke lainnya sempat diedarkan dalam bentuk kaset oleh Atlantic Records. Di televisi, penyanyi “bermuka dua” Hudson Prananjaya pernah membawakannya di ajang Indonesia Mencari Bakat. Lalu Orkes Sinten Remen pimpinan Djaduk Ferianto membuat cover dalam kemasan musik pop keroncong untuk album Omdo (Omong Doang) yang rilis April 2013.

Makanan Terenak Nomor Dua Dunia

Kerinduan Wieteke van Dort akan nasi goreng memang beralasan. Sajian satu ini masih menjadi menu favorit di Indonesia hingga sekarang. Dalam polling bertajuk World’s 50 Best Foods yang diadakan CNN pada 2011, nasi goreng menempati posisi kedua pilihan pembaca. Hanya kalah dari rendang di posisi pertama.

Menurut responden CNN, nasi goreng jauh lebih enak dari sate yang menempati posisi 14. Mengungguli kelezatan kuliner populer Jepang seperti sushi (peringkat 3) dan ramen (8), juga nasi goreng versi Thailand yang jauh berada di posisi ke-24.

Begitu kondangnya nasi goreng Indonesia, sampai-sampai food vlogger kondang Mark Wiens menempatkan nasi goreng di urutan atas dalam daftar makanan incarannya saat mengunjungi Jakarta pada 2016 dan 2017 lalu. Dua kali ke Jakarta, dua kali pula Wiens menjajal nasi goreng di dua tempat.

Tahun 2016, Wiens dan istrinya Ying menjajal nasi goreng di sebuah warung-gerobak pinggir jalan di kawasan Mangga Besar. Lalu kali kedua, di tahun 2017, mereka mencicipi nasi goreng kambing legendaris di Kebon Sirih. Warung nasi goreng ini sudah berjualan sejak 1958 dan menjadi salah satu kuliner paling direkomendasikan di Jakarta.


Ingat pula saat Presiden AS (waktu itu) Barack Obama dijamu makan malam oleh Presiden RI (waktu itu) Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Merdeka, 8 November 2010. SBY sengaja menghidangkan makanan khas Indonesia seperti bakso dan nasi goreng, dua makanan favorit Obama sewaktu kecil, bersama kerupuk dan emping melinjo.

And thanks for bakso, nasi goreng, emping, and kerupuk, semuanya enak,” kata Obama ketika itu, seperti dikutip detik.com. Seperti kita ketahui, Obama menghabiskan empat tahun masa kecilnya di Menteng Dalam, Jakarta Pusat.

Yang menarik, nasi goreng sebenarnya menu kreasi yang dibuat memanfaatkan makanan sisa. Merasa sayang membuang nasi sisa semalam, ibu-ibu mengolahnya dengan menggoreng nasi tersebut. Selain untuk menghangatkan kembali nasi yang sudah dingin, menggoreng juga dilakukan untuk menambahkan bumbu beserta tambahan lain.

Nasi goreng biasa dihidangkan sebagai menu sarapan. Pelengkapnya adalah telur ceplok alias telur mata sapi. Orang Eropa seperti Wieteke van Dort mengenalnya sebagai omelet. Di daerah Jawa Timur yang orangnya terkenal doyan pedas, sambal merupakan tambahan wajib. Lalu kerupuk jadi pelengkap.

Kini, nasi goreng tak lagi dibuat dari nasi sisa semalam. Menu ini telah menjelma sebagai kuliner top Indonesia yang begitu disukai, baik penduduk lokal maupun orang asing. Makanan yang membuat siapapun yang pernah mencicipinya merasa rindu jika lama tak bersua.

Kerinduan itulah yang membuat Wieteke van Dort menggubah lagu Geef Mij Maar Nasi Goreng. Beri saja aku nasi goreng.

Wieteke van Dort

Wieteke van Dort, tetap cinta Indonesia sekalipun tinggal jauh di Belanda. FOTO: Weekbladparty.nl

Korban Sengketa Irian Barat

Nama asli mevrouw satu ini sangat panjang, seperti nama orang Belanda pada umumnya: Louisa Johanna Theodora van Dort. Melihat nama lengkapnya kita tentu dibuat bingung dari mana panggilan Wieteke berasal.

Ia lahir pada 16 Mei 1943, saat Hindia Belanda berada dalam cengkeraman balatentara Kekaisaran Jepang. Belum genap dua tahun usia Wieteke, ayah kandungnya yang seorang insinyur pabrik gula di Sidoarjo wafat. Makam Ir. T.K.L van Dort terdapat di pemakaman Kembang Kuning, Surabaya.

Ibu Wieteke lantas menikah lagi dengan seorang pemilik pabrik karet. Keluarga ini memilih tetap tinggal di Surabaya ketika Soekarno-Hatta memproklamasikan Republik Indonesia. Berubahnya arah angin politik bukan alasan bagi keluarga Van Dort untuk pergi dari Surabaya. Mereka sudah merasa Indonesia sebagai tanah air tempat mereka hidup.

Tapi perseteruan Indonesia-Belanda terkait status Irian Barat kian meruncing. Sebagai bentuk perlawanan terhadap sikap keras kepala Kerajaan Belanda, Presiden Soekarno menerapkan kebijakan anti-Belanda. Diawali dengan keputusan sepihak keluar dari Uni Belanda-Indonesia, federasi dua negara yang dibentuk usai Konferensi Meja Bundar di New York.

Kemudian seluruh aset asing, terutama milik Belanda, diambil alih sebagai milik negara. Dinasionalisasi. Orang-orang Belanda yang masih bertahan di Indonesia diberi dua pilihan: menjadi WNI atau keluar dari wilayah Republik. Kebanyakan orang-orang Belanda memilih pergi ke negeri asal leluhur mereka.
Geef Mij Maar Nasi Goreng by Wieteke van Dort

Wieteke van Dort remaja terkena imbas kebijakan ini. Menurut beberapa sumber, ia dan orang tuanya tengah berlibur ke Belanda ketika nasionalisasi dan repatriasi tengah gencar-gencarnya dilakukan Soekarno. Mereka kehilangan segalanya dan memutuskan tak kembali lagi.

Cerita berbeda dibeberkan bankir/ekonom yang juga blogger Junanto Herdiawan. Menceritakan pertemuannya dengan Wieteke yang tengah berlibur di Pasuruan, Oktober 2013 lalu, eks Kepala Divisi Ekonomi BI Surabaya ini menyebut Witeke sekeluarga direpatriasi. “Dipulangkan” ke Belanda setelah aset-asetnya dinasionalisasi pemerintah.

Sekalipun Wieteke van Dort orang Belanda, namun negeri tersebut sangat asing baginya. Ia yang biasa hidup di iklim tropis Surabaya harus beradaptasi dengan hawa dingin Den Haag. Wieteke kecil yang akrab dengan ragam kuliner Jawa Timur harus menyesuaikan lidahnya agar dapat menikmati stamppot, hutspot, ataupun erwtensoep.

Sekalipun akhirnya terbiasa menyantap masakan-masakan tersebut, bagi Wieteke van Dort nasi goreng tetaplah yang paling enak. Seperti ia tulis dalam lirik berikut.

Ik ben nou wel gewend, ja aan die boerenkool met worst
(Namun sekarang aku telah beradaptasi dengan kubis dan buncis)
Aan hutspot, pake klapperstuk, aan mellek voor de dorst
(Hutspot [makanan Belanda], dengan parutan kelapa dan susu)
Aan stamppot met andijwie, aan spruitjes, erwtensoep
(Stamppot [makanan Belanda] dengan sayuran andewi, kubis, dan sup erwten)
Maar ‘t lekkerst toch is rijst, ja en daarom steeds ik roep
(Apapun itu, nasi tetaplah yang terbaik. Jadi aku selalu berkata:)

Geef mij maar nasi goreng met een gebakken ei
(Beri saja aku nasi goreng dengan omelet telur)
Wat sambal en wat kroepoek en een goed glas bier erbij
(Dengan sambal dan kerupuk, dan segelas bir enak)

Tante Lien

Selain bernyanyi, di negaranya Mevrouw Wieteke van Dort juga dikenal luas sebagai pemain teater dan persona televisi. Ia mulai tampil di panggung teater sejak usia 17 tahun, alias tiga tahun setelah meninggalkan Indonesia. Pementasan pertamanya berjudul An Angel Of Inaction karya Claude Puget, di mana ia berperan sebagai seorang malaikat.

Dunia televisi mulai dijajaki Wieteke delapan tahun berselang. Ia mendapat peran sebagai Pinokio dalam penampilan perdana di acara berjudul De Avonturen van Pinokkio pada 1968. Tapi perannya sebagai Tante Lien dalam The Late Late Lien Show-lah yang membuat namanya abadi di dunia hiburan Belanda.

Acara ini menggambarkan kehidupan orang-orang Belanda, termasuk para blasteran, di Hindia Belanda nun jauh dari Den Haag di mana Wieteke tinggal saat itu. Konsepnya, Tante Lien adalah host yang menjamu tetamu dalam sebuah kumpulan. Mereka membahas berbagai macam topik terkait Hindia Belanda, diselingi menyanyi bersama.


Setting setiap episode The Late Late Lien Show dibuat semirip mungkin dengan suasana Hindia Belanda. Bangunan (rumah joglo?) berdinding anyaman bambu, kursi rotan, taplak meja batik, musik keroncong, juga penganan-penganan khas Indonesia semuanya tersedia demi menghadirkan suasana Hindia Belanda tempo doeloe.

Tante Lien sendiri selalu tampil dalam balutan kebaya dipadu kemben, kain batik khas Jawa, lengkap dengan stagen. Rambutnya pun selalu disanggul. Sekalipun berbahasa Belanda, Tante Lien berlogat medok khas Surabaya. Kerapkali ia menyelipkan kata dan ungkapan Indonesia seperti “ayo”, “aduh”, “sial”, “coba”, “kurang ajar”, hingga ungkapan-ungkapan suroboyoan.

Dalam episode berjudul “Erfje in Banjoewangi” The Late Late Lien Show menampilkan seni tari Bali lengkap dengan gamelannya. Hadir pula penyanyi/aktris Marjolein Tambayong alias Rima Melati dan suaminya, aktor Frans Tumbuan.

Di episode lain, Tante Lien mengundang penyanyi keroncong peranakan Belanda-Batavia, Guus Becker. Berdua mereka menyanyikan Krontjong Kemajoran. Lalu pada kesempatan lain grup duo The Blue Diamonds yang jadi bintang tamu. Sama halnya Becker, kakak beradik Ruud dan Riem de Wolff adalah blasteran Belanda-Batavia.

The Late Late Lien Show jadi program televisi Belanda pertama sekaligus satu-satunya yang mengangkat seputar Indonesia. Wieteke harus berjuang keras meyakinkan produser saat menyodorkan konsep acara ini. Pihak televisi awalnya ragu acara tentang Indonesia ini bakal diminati publik Belanda.

Keraguan tersebut tak terbukti. Kelucuan Tante Lien serta serunya koempoelan yang ia adakan sukses memikat penonton. Dari awalnya direncanakan tiga musim, The Late Late Lien Show bertahan hingga sembilan tahun sejak pertama kali tayang pada 1979. Sejak itu Wieteke lebih dikenal sebagai Tante Lien.

Hidup nyaman dan terkenal di Belanda toch tak membuat Witeke van Dort melupakan Surabaya. Secara rutin ia menyambangi kota kelahirannya tersebut. Selain berziarah ke pusara mendiang ayah, ia juga menemui teman-teman masa kecilnya yang masih ada di kota tersebut.


Referensi:
(Selain yang ditautkan langsung dalam artikel di atas)
– en.wikipedia.org/wiki/Wieteke_van_Dort
– en.wikipedia.org/wiki/Geef_Mij_Maar_Nasi_Goreng
– lyricstranslate.com/en/geef-mij-maar-nasi-goreng-beri-aku-nasi-goreng.html
– news.detik.com/jawatimur/2420920/penyanyi-geef-mij-maar-nasi-goreng-nyekar-di-kembang-kuning
– dutchcharts.nl/showitem.asp?interpret=Wieteke+van+Dort&titel=Geef+mij+maar+nasi+goreng&cat=s
– mpokiyah.com/2017/08/03/menguak-kenangan-tentang-hindia-belanda-dari-wieteke-van-dort-dan-marion-bloem/

Menulis di GoodNovel dan raih penghasilan ratusan USD!
About Eko Nurhuda (412 Articles)
A happy father of three. Blogging and making video for fun. Love food, book, music, and sometime football #YNWA

10 Comments on Geef Mij Maar Nasi Goreng, ungkapan rindu pada tanah kelahiran

  1. Di rumah dulu, nasi goreng biasanya makanan hari Minggu, Bung. Dimasaknya ya, seperti yang jenengan bilang, pakai nasi sisa hari Sabtu. Mungkin itu kali yang bikin nasi goreng dimasak pakai bawang2an dan rempah2, untuk menghilangkan aroma nasi sisa.

    Btw, beberapa waktu lalu saya ketemu beberapa orang Belanda di perjalanan, dan salah seorang dari mereka tahu lagu itu. Kebetulan dua dari mereka ada kaitan emosi sama Indonesia. Jadilah di hostel sore-sore kami menyanyi lagunya Tante Lies dan Nina Bobo. 😀

    Dan tulisan jenengan soal Geef Mij Maar Nasi Goreng ini bikin saya ngerti kalau Tante Lien dan Wieteke van Dort adalah orang yang sama. Semula saya kira dua orang berbeda dan salah satu meng-cover lagu yang lainnya.

    Keren sekali tulilsan ini. Bravo!

    Suka

    • Terima kasih untuk apresiasinya, Mbak. Saya entah kenapa suka sekali baca kisah orang-orang Hindia Belanda yang terpaksa “dipulangkan” ke negeri leluhur mereka karena ontran-ontran politik jaman itu. Padahal, andai saja mereka masih dibiarkan tinggal di sini sampai sekarang–dan memang mereka merasa sebagai orang sini karena lahir dan besar di Nusantara ini, saya bayangkan Indonesia mirip Afrika Selatan. Sepelenya, kita nggak perlu jauh-jauh nyari native speaker Belanda, hehehe.

      Btw, tahun 2018 saya juga ketemu dua lelaki Belanda sewaktu sedang di Tidore. Sama seperti yang Mbak temui, satu di antara dua orang Belanda yang saya temui dan ajak ngobrol itu rupanya lahir di sini, tepatnya di Sukabumi seingat saya. Ayahnya dulu ambtenaar. Mereka terpaksa meninggalkan Indonesia karena geger soal Irian Barat dulu.

      Suka

  2. wah nasi goreng adalah makanan yang gak akan pernah bisa ditolak ya 😀 enak dan praktis!

    Suka

  3. Saya pertama kali mendengar lagu ini waktu masih duduk di bangku kuliah. Sempat ketawa-ketawa geli, soalnya mendengar istilah-istilah Indonesia dalam lagu berbahasa asing dengan logat medok Suroboyoan di antaranya.

    Setelah membaca artikel ini, saya merasa sedikit bangga dilahirkan di negara yang khasanah kulinernya luar biasa kaya. Terimakasih sharing artikelnya mas. Kece!

    Suka

    • Terima kasih banyak, Mas. Sebenarnya banyak ya londo-londo kelahiran Hindia Belanda/Indonesia yang cinta negeri ini, tapi karena politik harus pergi meninggalkan tanah kelahirannya.

      Bulan lalu di Tidore saya ngobrol dengan bule asal Belanda, yang ternyata kelahiran Jawa Barat dan orang tuanya dulu dinas di Papua dan Jawa, sebelum dipaksa hengkang ke Belanda di jaman konfrontasi Papua Barat. Dan dia bilang masih cinta Indonesia.

      Disukai oleh 1 orang

  4. Wah wah, baru tahu ni tentang Wieteke, ternyata orang Belanda juga demen Nasi Goreng.

    Meski Wieteke orang Belanda, tapi karena hidup di Indonedesia, pasti kaget banget pas nyicipin masakan sana. Hehehe

    Suka

    • Harusnya di orang Indonesia, atau sebutlah orang Netherlandsch Indie, karena lahir dan besar di Surabaya. Kalau saja hubungan politik Belanda-Indonesia nggak tegang karena perebutan Papua Barat, rasa-rasanya Wieteke lebih betah tinggal di sini karena ini tanah airnya.

      Suka

  5. Wah isuk-isuk jadi laper aku dah lama ga makan nasi goreng. Aku setuju, nasi goreng memang makanan terenak, entah nomor berapa. Di Indonesia variannya beragam dan uenak kabeh jan. Beruntung tinggal di Indonesia, dengan kekayaan kuliner yang luar biasa, nyaris tak terbatas. Sampe bule pada klepek-klepek. Pribumi aja pada kesengsem je. Plus nasi Padang bolehlah, ditambah kerupuk atau emping, yammmi…..

    Suka

    • Cuma bener kata M2M di lagu “Th Day You Went Away” kalau “we never know what we’ve got ’til it’s gone?” Jadi, kita yang di Indonesia tergila-gila sama kuliner Jepang, kuliner Thailand, kuliner Eropa. Padahal kuliner Indonesia itu udah juara banget sejak jaman Jan Pieterzoon Coen masih bujang 😀

      Suka

1 Trackback / Pingback

  1. Cara Mudah Booking Hotel Murah untuk Liburan Keluarga – bungeko.com

Beri komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.