Mencicipi resep senilai Rp 125 juta di warung baceman puyuh Nesu Mulih Jogja
NAMANYA aneh, Warung Nesu Mulih Pak PM. Ketika ditanyakan kenapa diberi nama begitu, empunya warung bercerita kalau dulu banyak pelanggan yang sering pulang sambil marah-marah karena tidak segera dilayani. Atau sudah antri lama terus kehabisan.
“Pembelinya kan banyak, sampai antri lama sekali. Jadi, beberapa pembeli yang tidak sabar terus pulang sambil marah-marah. Makanya warung ini diberi nama Nesu Mulih,” cerita Bu Nani, si pemilik warung.
Sewaktu saya menyambangi warung Nesu Mulih, suatu sore di bulan Mei (tahun 2010) lalu, pembeli masih belum tampak. Tapi, begitu jarum jam menunjukkan angka tujuh malam, barulah satu demi satu pembeli berdatangan.
Warung yang buka tepat di depan Ndalem Notoprajan, daerah Ngupasan, Kota Yogyakarta, ini terbilang unik. Menu yang ditawarkan hanya baceman burung puyuh (Coturnix coturnix) dan burung dara (Columbidae). Tapi, justru menu itulah yang membuat nama Nesu Mulih tenar hingga kemana-mana.
“Dulu saya juga jualan soto. Jadi, soto sama baceman puyuh. Tapi, karena puyuhnya yang lebih laris, sotonya saya hilangkan,” cerita Bu Nani lagi.

Bu Nani sedang mengambil sebuah puyuh bacem untuk dihidangkan ke pembeli. FOTO: dokumentasi pribadi
“Sampai seminggu kok masih ramai, yo saya teruskan saja,” ujar Bu Nani sambil tertawa.
Buka sejak tahun 1983, hingga kini pembeli Nesu Mulih tak surut-surut juga. Tidak hanya pembeli dari seputaran Jogja, beberapa pelancong dari luar kota juga kerap makan di sana. Bahkan beberapa nama pesohor seperti Butet Kertaradjasa, Dede Yusuf, dan pesinetron Dedi Sutomo sempat merasakan baceman puyuh racikan Bu Nani.
“Turis-turis dari Australia juga sering, Mas,” tambah Iwan, anak pertama Bu Nani.
Di hari-hari biasa warung ini rata-rata menjual 40-50 porsi dalam sehari. Tapi, di masa-masa liburan atau akhir pekan pembeli bisa meningkat tajam. Iwan putera Bu Nani menuturkan, di hari-hari ramai seperti itu warungnya bisa menghabiskan 50-75 ekor burung per hari.
“Dulu lebih ramai lagi, bisa sampai 400 porsi sehari. Tapi, karena sekarang sudah banyak warung-warung seperti ini, jadi agak sepi,” cerita Iwan.
Ide berjualan baceman puyuh didapatkan suami Bu Nina, Pak Joko PM, dari sebuah warung di Magelang. Waktu itu Pak Joko menjadi sopir angkutan umum dengan trayek Magelang-Jogja. Bu Nani yang masih belum punya kesibukan menjadi keneknya. Pasangan suami-istri ini juga mengajak Iwan yang kala itu masih kecil.
Saat mampir di sebuah warung, Pak Joko tercetus untuk berjualan baceman puyuh. Pasalnya, warung tempat ia makan menjual berbagai macam baceman dan sangat laris. “Tapi warung itu tidak jualan puyuh dan dara,” cerita Pak Joko.
Sepulang dari warung tersebut, Pak Joko dan Bu Nani berdiskusi. Kebetulan pula Bu Nani pintar memasak. Setelah menimbang-nimbang, akhirnya Bu Nani setuju dengan usulan suaminya. Lahirlah Warung Nesu Mulih yang berjualan hingga sekarang ini.
Ditawar Rp125 juta
Resep baceman puyuh Nesu Mulih adalah hasil racikan Bu Nani sendiri. Dengan resepnya itu puyuh bacem masakan Bu Nani terasa pas di lidah. Daging puyuhnya empuk, dengan bumbu meresap sampai ke tulang. Satu lagi kelebihan Nesu Mulih, sambalnya sangat spesial.
“Sambalnya beda,” kata Ali Hamidi, seorang pengunjung dari Umbulharjo. “Selain itu dagingnya juga empuk, berbeda dengan baceman puyuh di tempat lain,” tambah mahasiswa UIN Sunan Kalijaga ini.
Hal senada disampaikan Heri, pengunjung lain yang datang jauh-jauh dari Krapyak, wilayah di selatan Jogja yang secara administratif sudah masuk Kabupaten Bantul.
“Bumbunya terasa sekali. Sambalnya juga pas, tidak terlalu pedas tapi juga tidak terlalu manis,” katanya. Tak heran jika bapak dua anak ini sudah kerap datang ke Nesu Mulih sejak masih mahasiswa dulu.
“Dari waktu saya masih pacaran, sampai sekarang sudah punya anak dua,” tambahnya.
Lain lagi pendapat Andi yang datang jauh-jauh dari Jl. Wonosari bersama pasangannya. Menurutnya, “Taste-nya lain. Saya sudah coba banyak baceman puyuh, tapi tidak ada yang rasanya seperti di sini. Selain itu, suasananya juga enak. Ada musik Koes Plus, terus bakule ra tau mecucu (penjualnya tidak pernah cemberut, Pen.).”
Ketika saya tanya apa resepnya, Bu Nani menjawab, “Wah, itu rahasia.”
Tapi Bu Nani sedikit membocorkan kalau proses pembuatan puyuh bacemnya tidak berbeda dengan membuat baceman pada umumnya. Hanya saja ada sedikit perbedaan di bumbu yang membuat rasa puyuh bacemnya jadi lain dari yang lain.
Saking larisnya, beberapa orang pernah mengajukan diri sebagai franchisee Nesu Mulih. Tak tanggung-tanggung, nilai tawarannya sudah menyentuh angka Rp125 juta. Tapi, karena satu alasan, baik Pak Joko maupun Bu Nani masih belum mau menyetujui tawaran tersebut.
Catatan: Artikel ini pernah dimuat surat kabar Harian Jogja edisi 31 Mei 2010, sewaktu saya magang sebagai reporter. Publikasi ulang di blog ini dengan beberapa penyesuaian.
jadi kalau dibahasa banjarnegarakan ya, wes gela-gela tapi tetep debaleni bae wkwkwk.
eh ini pasangan benar2 romantis ya? sebelum jualan keduanya jadi kenek dan sopir (so sweet).
jujur saja seumur2 belum pernah makan daging puyuh, mungkin berasa aneh saja tapi mungkin kalau sudah nyoba malah ketagihan…
SukaSuka
Menurutku kalo soal rasa dagingnya mirip-mirip ayam sih, cuma ukurannya lebih kecil yang otomatis berarti porsi lebih kecil š Bukan cuma romantis, sepasang ini ngocol abis. Pas aku wawancara mereka bisa saling lempar-lemparan joke dan ngerjain aku. Sialan tenan š
SukaDisukai oleh 1 orang
Wah di Jogja ya. Enak ini kalau pas liburan ke Jogja. Alternatif makan biar nggak cuma nyobain ayam atau bebek aja, yang model2 kayak gini, haha… Apalagi rasanya ini cukup unik ya, Pakde. Porsinya besar juga ya. Moga saya ada kesempatan nyobain juga š
SukaSuka
ralat om, nama latin burung dara bukan columbidae tp columba livia, columbidae itu nama family hehehehe
SukaSuka
baiklah…
aku akan segera mencari warung burung puyuh yang biasa aku datengin :))
SukaSuka
Nunggu video icip-icipnyo š
SukaSuka
Waaah, kalo ke Jogja aku mau mampir ahhh
SukaSuka
Iya, Mbak, mampir dan cobain. Letaknya deket kok dari kawasan parkir Ngabean, atau dari Jl. KH Ahmad Dahlan.
SukaSuka
Tengkyuuu mas!
Duuuh, aku ngiler lagi iniii hahahahha
SukaSuka
Ulala~
125juta?
Jadi penasaran gimana enak rasanya. Heuheuheu.
SukaSuka
Kapan-kapan kalo ke Jogja coba aja cicipin, Mbak. Hehehe.
SukaSuka
Pernah bekerja jadi reporter ? wah banyak banget pengalamanya ya Mas Eko ?
SukaSuka
Aku sejak SMP pengen jadi wartawan, Mas. Menurutku itu cara keren buat menyalurkan minatku di dunia kepenulisan. Tapi jalan hidup menentukan lain. Gpp, enjoy aja š
SukaSuka
Sepertinya leker mass
SukaSuka
Hihihi, masakannya lekker banget, Mas. Cuma di sini nggak ada pelayan yang mooij š
SukaSuka
Pagi2 kok ya mbaca yg ginian. Pas lagi puasa pulak. Eko tanggungjawab. Kemano nak cari puyuh bacem deket rumah #koprol
SukaSuka
Hahaha, deritamu itu, Yuk. Rasokelah š
Btw, aku jugo kangen nian nak makan baceman puyuh ini lagi. Geklah kalo ado kesempatan ke Jogja mampir je Notoprajan. Hehehe.
SukaSuka
Wuaaaa gak ditanya lebih labjut tuh alasan menolaknya?
SukaSuka
Nggak nanya, hehehe.
Cuma ya sepertinya beliau sayang melepas apa yang sudah dirintis sejak dulu. Atau mungkin belum terlalu paham model kerja sama franchise, atau alasan lain. Entahlah š
SukaSuka
Aku penasaraaaannnn…… Aq belum pernah makan burung puyuh, apalagi dibacem. Kalo telur puyuh sering.
SukaSuka
Baceman telur puyuh ya? Kalo puyuh bacem ya rasanya gitu deh, hehehe. Cobain aja. Entah di Semarang ada apa nggak kuliner begini.
SukaSuka
@ semuanya:
Hehehe, posting ini sebenarnya satu kesalahan, lha wong semestinya saya kasih gambar dulu baru diposting. Tapi sepertinya saya dulu salah pencet tombol, seharusnya mencet tombol “Draft”, tapi malah kepencet “Publish”. Hehehe, maaf…
SukaSuka
Dari kasus di atas, salah satu kunci sukses bisnis makanan/kuliner menurut saya terletak pada racikan bumbu yang digunakan. Di kota saya banyak yang jual nasi goreng di pinggir jalan. Tapi sedikit sekali yang mampu bikin saya ketagihan untuk kembali mencoba lagi. Ternyata resepnya memang pada racikan komposisinya.
SukaSuka
Patut dicoba sepertinya, sayang ngga ada fotonya ya bung, jadi ngga maksimal nih membayangkannya hehe š
SukaSuka
Kayaknya emang bener2 maknyus…
Jadi pengin nyobain, bosen tiap hari makan pecel lele terus ^_^
SukaSuka
Wah, gila juga ya harga tawar resepnya. Pasti yang nawar itu bukan orang sembarangan. Paling enggak ia seorang pengusaha yang cukup kaya alias berduit. Menurut saya penawaran segitu sudah diperhitungkan olehnya secara matang untuk jangka panjang. Itulah kalau punya visi dalam berbisnis ^_^
SukaSuka
Jenis makanan ini kayak apa yah,, saya masih mikir-mikir, suatu saat kalo berwisata kuliner kayaknya perlu coba neh,,,,
SukaSuka