Nikmatnya Bakso Tanpa Pentol Khas Pemalang
Meski bernama bakso, tampilan makanan satu ini berbeda sekali dengan bakso pada umumnya.
MENYEBUT bakso, yang pertama kali terbayang di kepala biasanya bulatan-bulatan serupa bola terbuat dari campuran tepung dan daging. Beberapa orang menyebutnya sebagai pentol bakso, sebagian lagi hanya menyebutnya bakso saja.
Pentol inilah ciri khas yang membedakan bakso dengan makanan berkuah lainnya, seperti misalnya soto. Ukuran pentol bakso umumnya sebesar bola pingpong, tetapi ada juga yang besarnya menyamai bola tenis.
Sewaktu ke Desa Wonorejo di Kabupaten Situbondo, awal 2009 lalu, saya pernah mencicipi bakso berukuran sebesar mangkuk bakso itu sendiri. Sampai-sampai di dalam mangkuk hanya ada satu pentol bakso, sedangkan kuah disajikan di mangkuk berbeda.
Kalau kebetulan Anda mampir di Pemalang, kota kecil di antara Tegal dan Pekalongan, ada satu bakso khas yang sangat kondang di sini. Namanya Bakso Daging Pak Miad, atau setidaknya demikian warga sekitar menyebut bakso ini. Tapi, jangan harap menemukan pentol dalam bakso tersebut.
Pelopor Bakso
Sudah banyak orang kecele ketika pertama kali mencicipi bakso daging Pak Miad. Saat semangkuk bakso disodorkan oleh pelayan, pembeli sering bertanya-tanya heran, “Lho, kok langka ondhol-ondhole?” Ondhol-ondhol adalah istilah lokal untuk menyebut pentol bakso. Namun, setelah dicicipi cita rasanya dijamin membuat ketagihan.
Bakso daging Pak Miad sangat populer di Pemalang, terutama di wilayah Kecamatan Taman yang hanya berjarak sepelemparan batu dari kota. Pak Miad sendiri disebut-sebut sebagai pelopor pedagang bakso di Pemalang. Saat belum ada satupun orang berdagang bakso, warga Desa Banjaran ini sudah berkeliling kampung menjajakan bakso racikannya dengan pikulan bambu. Tak heran jika nama Pak Miad menjadi jaminan kelezatan rasa bakso daging khas Pemalang tersebut.
Awalnya bakso ini hanya bisa didapat di Desa Banjaran. Setelah Pak Miad meninggal pada tahun 1999, dua anak perempuannya meneruskan usaha sang ayah di dua desa berbeda. Warung asli yang di Banjaran dilanjutkan oleh Ibu Eny, sedangkan warung lainnya terletak di Desa Jebed Utara, sekitar 3-4 kilometer dari Banjaran, dikelola oleh Ibu Kusyati.
Pada perkembangannya, warung yang di Jebed Utara lebih populer. Pemilik warung yang terletak persis di seberang jalan Tugu Jebed Utara itu tampak lebih piawai menjajakan bakso warisan ayahnya. Meski kondisi warung yang dinamainya Bakso Daging Putri Miad begitu sederhana, hanya berupa warung kayu berlantai tanah dengan dinding bercat kapur, pembelinya selalu ramai.
Konsumen Bakso Daging Putri Miad kebanyakan dari kalangan pegawai dan siswa sekolah yang sehari-hari melintasi jalan di depan warung. Pembeli bakal membludak pada jam-jam makan siang. Pembeli tak cuma dari kantor-kantor atau sekolah di sekitaran warung, tapi juga tempat-tempat lain yang jaraknya bisa 5-7 kilometer bahkan lebih.
Saat musim mudik tiba, para pemudik yang melintasi jalan di depan warung Kusyati ikut mampir. Jalan tersebut merupakan jalur alernatif Jakarta-Pekalongan dan bisa tembus sampai Semarang, selalu dipadati kendaraan setiap jelang Lebaran.
Menurut sebuah sumber, Bu Kusyati sudah membuka cabang di Desa Mulyoharjo yang jauh lebih dekat dengan pusat kota Pemalang. Di sini kondisi warungnya tampak lebih bagus, paling tidak bangunannya sudah berdinding beton. Tak seperti warung di Jebed Utara yang masih berupa bangunan kayu sederhana dan berlantai tanah.
Okelah, Ini Bakso yang Berbeda
Seperti bakso pada umumnya, Bakso Daging Putri Miad disajikan dalam mangkuk. Bedanya, mangkuk yang digunakan lebih kecil seperti pada umumnya hidangan soto di wilayah utara Jawa Tengah. Sebagai pengganti pentol bakso, di dalam genangan kuah panas terdapat irisan daging kerbau disertai irisan tomat hijau dan daun bawang.
Perbedaan lain, sebelum dihidangkan di bagian atas bakso ini ditaburi bawang goreng dan bubuk kerupuk. Disebut bubuk kerupuk karena memang terbuat dari kerupuk yang ditumbuk halus. Lalu kalau bakso lain biasa disantap dengan sendok-garpu, Bakso Daging Putri Miad disajikan dengan sendok lebar seperti yang digunakan oleh penjual es buah.
Sebagai teman makan, disediakan dua piring masing-masing berisi irisan lontong dan kerupuk panjang yang dikenal sebagai kerupuk jentik atau kerupuk jari oleh penduduk lokal. Tak ada saus tomat, selain tisu di atas meja hanya ada botol kecap. Itu pun tak banyak yang menyentuh karena dianggap malah akan merusak cita rasa.
Karena pertimbangan jarak, saya memilih mendatangi bakso daging yang di Jebed Utara. Warung ini bahkan sudah terlihat dari depan Balai Desa Jebed, tetangga Desa Jebed Utara. Hati-hati menyeberang jalan, sebab jalur ini biasa dilewati kendaraan-kendaraan besar yang melaju kencang.
Bu Kusyati menyambut ramah setiap pembeli yang datang. Kalau pembeli tersebut udah berkali-kali datang, Bu Kusyati sudah hapal betul selera pelanggan sehingga tak perlu ditanyakan “komplit napa mboten?” atau pertanyaan lain. Saya bersama Mas Khaerul Ikhwan memesan dua porsi plus es jeruk.
Tempat duduk kami tak begitu jauh dari gerobak tempat seluruh bahan-bahan bakso daging diletakkan, termasuk dandang besar berisi kuah. Aroma kuah ini sudah tercium sejak pertama kali kami datang. Sekilas tak berbeda jauh dengan aroma kuah bakso pada umumnya.
Saat kami datang kondisi warung tengah sepi. Hanya ada dua pembeli yang tengah asyik makan di dalam. Tapi tak menunggu lama kami langsung mendapat teman, kira-kira tiga perempat tempat duduk terisi. Sudah waktunya makan siang, jadi pembeli pun berdatangan ke warung ini.
Bu Kusyati sendiri yang mengantar pesanan ke meja kami. Sebelumnya seorang perempuan, mungkin anak si Ibu, sudah terlebih dahulu menghidangkan dua piring berisi kerupuk dan irisan lontong. Lalu disusul dua gelas es jeruk. Tapi yang saya tunggu-tunggu hanyalah bakso daging sebagai hidangan utama.
Meski bernama bakso, tampilan makanan satu ini berbeda sekali dengan bakso pada umumnya. Bukan hanya karena tak ada pentol-pentol, tapi juga isi di dalam mangkuknya. Selain irisan daging kerbau ada irisan tomat hijau, irisan daun bawang, serta sejumput kerupuk halus sebagai topping. Sama sekali tak mirip bakso.
Toh, tak ada yang peduli bakso daging ini mirip bakso betulan atau tidak setelah mencicipinya. Saya sengaja tak menambahkan kecap manis maupun garam ke dalam mangkuk. Saya ingin menikmati cita rasa asli racikan Bu Kusyati. Dan… cukup satu sendok saja bagi saya untuk menjadi penggemar baru bakso daging Pak Miad.
Mencicipi dagingnya, ada alasan kenapa tak disediakan garpu apalagi pisau di atas meja. Hanya ada sedotan dan tisu. Pembeli sama sekali tidak memerlukan garpu sebab daging kerbaunya sangat empuk sekali. Bahkan rasanya tak perlu dikunyah saking empuknya. Sedangkan irisan tomat hijau memberi cita rasa asam segar alami.
Tak butuh waktu lama mangkuk di hadapan saya sudah kosong melompong. Saya malah tak sempat mencampurkan irisan lontong atau kerupuk ke dalam bakso daging pesanan saya, sudah terlanjur habis. Andai saja hari itu bukan Jumat dan jam tak menunjukkan pukul sebelas seperempat, ingin rasanya saya memesan satu porsi lagi seperti yang dilakukan seorang bapak di meja seberang.
Tertarik mencoba? Kalau kebetulan melintasi Pemalang, jangan ragu-ragu mampir dan cicipi Bakso Daging Putri Miad. Kalau belum sempat, coba saksikan dulu bagaimana saya mencicipi bakso tanpa pentol nak unik ini.
waahh jadi penasaran pengen coba! 😀 Terima kasih infonya mas!
SukaSuka
Kudu nyobain, Mbak. Ini khas Pemalang 🙂
SukaSuka
Wah.. bakso sepupu gue nongol juga.. emang juooss… rasanya mantab.. lebaran kemaren gue sampe kualahan bantu disitu.
SukaSuka
saya belum pernah coba Soto Kudus 🙂
SukaSuka
berarti malah mirip soto kerbau ala KUdus ya , Mas?
SukaSuka
Termasuk bakso yang sebenarnya nggak kaya bakso satu ini ya? 😀
SukaSuka
Kalau lihat bakso, selalu sukses bikin ngiler mas
SukaSuka
Iya, ibuku dari Jambi pas ta ajak nyicipin juga berkomentar sama. Hahaha.
SukaSuka
LAH jadi nya kaya sop daging dong atau soto hahaha. Ada ada aja
SukaSuka
Hihihi, video baru tapi lama 🙂
SukaSuka
Aku udah nonton nih videonya di yutub. unik juga
SukaSuka
Iya, semacam soto kerbau gitu. Tapi di sini orang-orang nyebutnya bakso daging. Entah kenapa.
SukaSuka
Enak banget, Mbak. Anakku lanang aja sekali ta ajak ke sana langsung ketagihan pengen makan ke sana lagi. Hahaha.
SukaSuka
Wah, udah pernah ngerasain juga ya?
SukaSuka
Di sini nyebutnya kerupuk jentik karena bentuknya panjang-panjang kaya jari. Hihihi. Tapi umumnya sih emang disebut kerupuk rambak atau rambak saja.
SukaSuka
Unik ya, Mas. Sepintas memang mirip soto. Jadi penasaran ma rasanya 🙂
SukaSuka
Ketok'e enak y ms eko.patut d coba nih, pkl-pml kan deket jd kapan2 bisalah makan d wrg bakso putri pak miad.
SukaSuka
lah piye iki, bakso tanpa pentol….
kalo rasanya maknyus…. mantab
SukaSuka
Wah baru tau bakso gini ternyata bisa dimakan bareng kerupuk kulit ya, kalo di tempatku namanya kerupuk rambak sih
SukaSuka
Kalau menurut cerita si ibu, kuah yang dipakai emang sebelum buat ngerebus daging, dicampur berbagai bumbu. Jadi kuahnya berasa daging, terus dagingnya yang lembut enak banget karena bumbu-bumbunya meresap.
SukaSuka
Ayo main ke Pemalang, Mas 🙂
SukaSuka
Iya nih. Penistaan bakso kalo gini caranya.
Hahahaha 🙂
SukaSuka
Rasanya unik, karena dikasih irisan daun bawang sama ada remasan kerupuk gitu. Dagingnya lembut banget.
SukaSuka
Saya juga masih bingung ini, Pak. Tapi nama warungnya Bakso Daging Putri Miad gitu. Saya kira bakso yang dalam adonannya lebih dominan daging, jadi dagingnya kerasa. Ternyata bukan. Hihihi
SukaSuka
Saya termasuk penikmat bakso, ibaratnya kalau dalam masakan bakso itu masakan Padang. Selalu punya taste di kala lidah sulit mencecap makanan. Bakso salah satunya.
Waah dan menarik nih, bakso tapi tidak ada pentolnya. Kalo di Bandung namanya mie kocok. Baksonya tipis2 bukan bulat.
SukaSuka
baru tahu ada bakso pakai daging kerbau, mas eko. pasti rasanya beda ya.
SukaSuka
Aku ngilerrrr….
Unik bakso tapi kaya gak bakso, hahaha
SukaSuka
Wah pengen coba deh kalau ke Pemalang ^_^
SukaSuka
Jadi semacam kaldu gitu ya tapi berbihun. Wah kalau makan harus sambil nelan Trimee nih biar lemak2 jahatnya diserap ga sempat dicerna 😀
SukaSuka