Olahraga Pagi di Terminal 3 Ultimate Bandara Soekarno-Hatta

OKE, ini cerita lama. Sudah beberapa pekan lalu, tapi yakinlah cerita ini masih enak dibaca. Hehehe. Jadi, ceritanya saya berkesempatan “mencicipi” kemegahan Terminal 3 Ultimate Bandara Soekarno-Hatta. Itu lho, terminal baru yang super megah itu. Katanya sih sebelas-dua belas sama Bandara Changi. Katanya…
Kesempatan terbang dari Terminal 3 Ultimate saya dapat berkat memenangkan lomba blog Sunpride di bulan Ramadhan lalu. Dua pemenang lomba tersebut, which is saya dan Teteh Lingga Permesti, diajak mengunjungi kebun buah PT Nusantara Tropical Farm di Lampung. Tentu saja naik pesawat, nggak mungkin disuruh naik bus.
Singkat cerita, setelah saling kontak dengan tiga orang berbeda dari Sunpride, saya mendapat tiket dan boarding pass untuk penerbangan di hari H: 24 Agustus 2016. Begitu buka email saya kaget campur senang. Tiket Garuda Indonesia, yeay!
Sebut saya norak, silakan saja. Tapi terbang bersama Garuda Indonesia sudah jadi obsesi saya sejak lama. Alasannya, saya supporter Liverpool FC. Lho, apa hubungannya? Ya karena Garuda pernah jadi sponsor LFC, saya jadi mencari tahu lebih banyak tentang maskapai satu ini. Mungkin teman-teman sesama fan LFC melakukan hal sama.
Kesimpulan saya, maskapai penerbangan satu ini luar biasa! Ya, kesimpulan yang telat banget karena Garuda Indonesia sudah sejak lama diakui sebagai yang terbaik di Indonesia. Di level dunia juga. Penghargaan World’s Best Airline Cabin Crew yang diraih tiga tahun berturut-turut sejak 2013 membuktikan hal tersebut.
Tak perlulah saya jelaskan panjang lebar bagaimana keren dan hebatnya Garuda Indonesia. Dari harga tiket saja sudah ketahuan kok. Dan, seringkali faktor harga ini pula yang membuat saya menghindari GIA setiap kali mencari tiket pesawat. Terutama pas mau mudik ke Jambi bareng anak-istri. Padahal sebenarnya pengen sekali.
Saking pengennya naik Garuda, saya selalu booking tiket Citilink tiap kali mudik ke Jambi. Paling tidak bisa ngerasain “aroma” Garuda. Sebab di bawah nama Citilink yang ada di bodi pesawat terdapat tulisan dan logo Garuda Indonesia. Selain itu, Citilink punya promo diskon 25% untuk anak-anak. Wah, sangat membantu sekali buat bapak beranak dua ini.

Lalu sewaktu mudik pada November 2015, adik bungsu saya yang kuliah di Institut Pertanian Bogor pamer, “Adik tadi naik Garuda.” Terus dia ceritakan kelebihan-kelebihan Garuda yang tidak dipunyai maskapai lain. Bikin iri!
Demikianlah. Begitu tahu Sunpride membelikan tiket Garuda Indonesia untuk penerbangan ke dan dari Lampung, saya kontan menarik napas. “Wow, tiketnya Garuda!” teriak saya ke istri yang sedang menghitung pengeluaran hari itu.
Norak? Iya!
Tertahan di Gerbang Tol
Selain faktor maskapai, satu lagi yang membuat saya excite banget dengan trip bersama Sunpride adalah fakta kalau Garuda Indonesia terbangnya dari Terminal 3 Ultimate. Wuih, saya sudah ingin sekali ke terminal ini sejak teman-teman blogger yang diundang pada acara soft launching “pamer” di sosial media.
Dari foto-foto yang dibagikan kawan-kawan blogger saat itu, terlihat sekali perbedaan arsitektur Terminal 3 dengan dua terminal lama. Terkesan futuristik. Kaca-kacanya lebarnya nan transparan membuat terminal ini terkesan lega. Dan, sesungguhnya bukan cuma kesan, karena Terminal 3 Ultimate benar-benar lega alias luaaaaas sekali.
Sunpride mengambil penerbangan Jakarta-Lampung paling pagi, pukul 05.10 WIB. Saya yang sudah berada di Jakarta sejak 23 Agustus malam berencana berangkat ke bandara jam setengah empat. Tapi rencana tersebut meleset. Tanggal 24 Agustus pagi di jam itu saya malah baru terbangun. Padahal masih harus ke Slipi untuk mencari taksi.
Sesampainya di Slipi, diantar adik, dapat taksi yang pengemudinya sudah berumur pula. Pemandangan si Bapak sudah tidak jernih sehingga tidak dapat melajukan mobilnya lebih kencang. Lalu sempat ada insiden di pintu tol Cengkareng. Dengan pertimbangan antrian lebih pendek, bahkan cenderung lengang, saya sarankan Pak Sopir untuk memilih gerbang tol otomatis sembari menyodorkan kartu Indomaret Card.
Eh, bukannya lebih cepat, kami malah tertahan di pintu tol karena mesin pemindai mati. Pak Sopir sudah melakukan tugasnya dengan baik, yakni menempelkan kartu Indomaret Card saya di mesin. Lampu indikator gerbang tol juga sudah menyala hijau. Tapi cuma sekedipan mata, untuk kemudian menjadi merah lagi. Tak ada struk keluar, penghalang gerbang tol tak mengangkat, sehingga kami tertahan.
Si Bapak mencoba 2-3 kali lagi. Hasilnya sama. Entah apakah saldo Indomaret Card saya terpotong sebanyak 3-4 kali atau tidak, yang jelas kami tetap tak bisa melewati gerbang tersebut. Pak Sopir memundurkan mobilnya, berusaha menuju ke gerbang manual. Tapi deretan mobil yang sudah berada di jalur gerbang tol otomatis membuat mobil tak bisa mundur lebih jauh.
Parade klakson sontak terjadi. Khas Jakarta. Saling sahut-menyahut, meminta kami minggir dari jalur. Seorang penjaga pintu tol manual mendatangi kami dan bertanya apa yang terjadi. Si Bapak menjawab seperlunya.

“Saldonya habis kali, Pak,” kata si petugas pintu tol.
Saya yang menjawab dari dalam, tanpa menurunkan kaca pintu belakang. “Nggak, kok, saldonya masih banyak.” Ya, saldonya kalau cuma untuk bayar tol Cengkareng saja bisa bolak-balik belasan kali.
Dibantu petugas tol tersebut kami kemudian pindah ke gerbang otomatis satunya. Dan…. sukses! Ternyata gerbang sebelumnya memang tidak berfungsi. Saya lihat ada mobil lain yang juga tertahan seperti kami tadi.
Terminal Melelahkan
Sejak berangkat dari Pemalang saya sudah membayangkan bakal selfie-selfie cantik dulu di Terminal 3 Ultimate sebelum boarding. Tapi karena bangun kesiangan dari jadwal, ditambah insiden di gerbang tol otomatis di atas membuat rencana tersebut batal. Terlebih lokasi Terminal 3 lebih jauh dari bandara lain.
Saya sampai di bandara jam setengah lima lewat. Hanya punya waktu kurang-lebih setengah jam untuk check in dan kemudian boarding. So, jangankan untuk selfie-selfie cantik, merekam video-pun asal-asalan. Sembari jalan saja karena benar-benar running out of time.
Di pintu masuk saja sudah antri. Sampai di dalam saya celingak-celinguk mencari letak loket check in. Wuih, jaraknya dengan gerbang tempat saya masuk ternyata lumayan jauh. Sudah itu saya salah masuk konter. Karena antriannya lebih pendek, saya berbaris di konter yang ternyata khusus member Garuda Miles. Aduh, Mak! Hahaha…
Check in juga butuh waktu tidak sebentar. Antriannya kira-kira membutuhkan waktu 6-7 menit. Lalu kembali celingak-celinguk mencari gate untuk boarding yang ternyata harus jalan lagi lumayan jauh, turun satu lantai ke bawah. Tapi itu belum seberapa, sebab penumpang ke Bandar Lampung berangkat dari Gate 15. Ini letaknya di ujung!
Saya tak sempat menghitung, tapi menurut Teh Lingga di post-nya ini jarak ke Gate 15 kira-kira satu kilometer. Waw! Ketika bertemu petugas Garuda yang mengecek calon penumpang di area ruang tunggu, rupanya penerbangan saya sudah boarding. Si Petugas saya dengar menyebut-nyebut nama saya di handie talkie yang ia pegang. Alhasil, saya pun jalan cepat menuju ke Gate 15.

Entah berapa menit berjalan cepat, akhirnya sampai juga di Gate 15. Pemandangan di sana membuat saya geleng-geleng kepala. Antrian panjang! Untunglah ternyata banyak calon penumpang yang salah antrian. Harusnya di barisan satunya karena beda jurusan, tapi ikut antri di barisan ke Bandar Lampung.
Oya, di post-nya Teh Lingga bercerita kalau hape saya mati. Sebenarnya bukan hapenya yang mati, tapi sinyalnya tidak ada. Itu sebabnya saya tidak tahu kalau Teh Lingga, Mbak Evrina Budiastuti, Mbak Ulan (admin sosial media Sunpride), dan Mas Deddy (person in charge) mengontak saya lewat chat dan call WhatsApp, juga telepon.
Saya baru tahu siapa saja teman-teman satu rombongan ke Lampung saat sudah duduk di dalam pesawat. Sewaktu saya menaruh tas ke bagasi, saya lihat mas-mas berkumis di kursi sebelah memandangi saya. Tapi ia baru bertanya setelah saya memasang sabuk pengaman.
“Mas Eko ya?” tanya Mas Deddy.
Saya mengiyakan. Di situlah saya baru tahu kalau ternyata sejak tadi banyak yang mencari-cari saya. Pasalnya, dari semua anggota rombongan cuma saya seorang yang tidak bisa dihubungi sehingga tidak diketahui di mana posisinya. Dari chat grup WhatsApp yang baru saya tahu sehari setelahnya, rupanya Mbak Ulan sudah memonitor seluruh peserta blogger dan sosial media sejak jam empat pagi.
Tak lama kemudian, Mbak Evrina, Teh Lingga, dan Mbak Ulan masuk pesawat. Saya langsung dapat pukulan gemas plus wajah kesal dari Mbak Evrina. Maafkan, saya sama sekali tidak tahu sudah membuat mereka kebingungan di ruang tunggu. Hihihi.
Oke, semua penumpang sudah masuk pesawat. Pilot sudah menyampaikan ucapan selamat datang. Waktunya terbang ke Bandar Lampung. Bye-bye, Terminal 3 Ultimate. Terima kasih sudah membuatku serasa berolahraga pagi itu.
Catatan: Foto paling atas hasil jepretan Teh Lingga Permesti (www.dunialingga.com).
Dibayarin, Mas. Kalo beli sendiri kantongku baru cukup buat naik yang merah-merah aja deh kayanya, hahaha.
SukaSuka
wah udah ngerasain terminal 3 ultimate naik garuda lagi, hehehe
SukaSuka
Hahaha, so true. Aku aja mayan nih jalan kakinya pas berangkat ke Lampung ini. Dari pintu masuk ke konter check in lumayan jaraknya, apalagi dari konter check in ke boarding gate. Gate terdekat aja bikin kaki pegel kok, apalagi sampe gate 15 kaya aku pas ini. Hihihi…
SukaSuka
Aku belum pernah nyobain terminal ini Mas sejak diresmikan dibuka. Kata Mbakku, luaaaasnya masya Allah bikin kaki gempor ya. Kabar baiknya, sekalian olahraga. Anak-anak pasti suka ya, bisa leluasa bermain lari-larian sambil nunggu boarding
SukaSuka