Highlight:

Sekelumit Kenangan bersama Dodi Rozano

PENONTON setia ajang pencarian bakat The Voice Indonesia pasti tahu nama satu ini. Ya, Dodi Rozano adalah salah satu kontestan yang hingga kini masih bertahan. Dodi baru saja melewati babak Battle Round, mengalahkan Grace Anastasia di Episode 10 pada 26 Maret lalu. Terus, apa hubungannya dengan saya?

Saya sendiri awalnya tak tahu. Saya bukan pemirsa setia The Voice Indonesia, jadi tak tahu-menahu sama sekali seputar acara ini. Boro-boro menghapal siapa saja kontestannya yang berjumlah 79 orang, kapan acara ini tayang dan televisi apa yang menayangkannya saja saya tak tahu. Intinya, saya benar-benar blank dengan The Voice Indonesia.

Cerita jadi lain ketika saya melihat status seorang teman lama di Facebook. Teman semasa SMA di Muara Bulian, Jambi. Namanya Novrian Saputra, adik kelas yang juga eks vokalis band sekolah yang saya jadi salah satu personilnya. Jangan tanya saya dulu pegang alat apa ya.

“Mohon doanya untuk adek kami Dodi Rozano di the voice indonesia 2016… Bagi sepradik yang domisili atau kebetulan berada di jakarta. Kita bisa beri dukungan di konser battle round langsung di studio 8 RCTI kebon jeruk. Jam 11.00wib. Trims.”

Begitu bunyi status Rian tertanggal 24 Februari 2016, dan terbaca oleh saya karena nongol di timeline. Saya kontan mengernyitkan kening. “Dodi?” batin saya. Tiba-tiba saja di kepala muncul bayangan seorang bocah kecil berusia sekitar 4 tahun tengah bermain di halaman sebuah rumah yang sangat akrab bagi saya. Rumah tinggal keluarga Rian di Muara Bulian.

Tetangga Sebelah
Sekelebat bayangan tersebut adalah momen-momen di tahun 1998-1999, saat saya kelas II SMA dan Rian baru masuk di SMA Negeri 1 Muara Bulian. Waktu itu saya mengontrak di sebuah rumah mungil di perumahan padat yang dikenal sebagai Perumnas. Banyak pegawai pemerintahan Kabupaten Batang Hari, guru, juga polisi dan tentara tinggal di sini. Termasuk ayah Rian yang pagawai Telkom.

Saya mengontrak rumah di jalan yang kalau tidak salah ingat bernama Jl. Belitung. Kalau nomor jalannya saya masih ingat betul, No. 108. Keluar dari rumah, belok ke kiri akan berjumpa pertigaan. Ambil kanan sedikit lalu belok kiri, di sana terletak rumah orang tua Rian. Saya biasa berkunjung ke sana sepulang sekolah, meski juga tak terlalu sering.

Biasanya Rian mengundang saya ke rumahnya untuk menonton film terbaru menggunakan VCD player. Kadang berdua saja, tapi lebih sering bersama teman-teman yang lain. Beberapa di antaranya kawan sekontrakan saya, Taharuddin, juga kawan sekelas yang tinggal tak jauh dari blok kami, Edi Muslim.

Rian adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Kakaknya perempuan bernama Novarianti–panggilannya Nova, seorang gadis SMEA yang manis nan menarik saat itu. Lalu Dodi adalah anak bungsu, ketika itu masih bocah dan belum bersekolah. Jadi saya rasa usianya kisaran 4 tahun.

Jaman itu tidak ada handphone, jadi terkadang saat saya datang ke rumah Rian tidak ada. Kalau tidak bertemu Nova, ya saya terpaksa bertanya sama Dodi kecil. “Abang di mano, Dek?” Biasanya pertanyaan itu yang saya ajukan. Dodi kecil menjawab acuh tak acuh, “Dak tau,” sembari melanjutkan permainannya bersama teman-teman mungilnya.

Biasanya setelah itu Rian ganti berkunjung ke kontrakan saya. Lalu kami bermain gitar, melatih lagu-lagu yang hendak dibawakan di kompetisi band atau sekedar ngobrol tak karuan ala remaja tanggung. Kontrakan saya seperti base camp, jadi tiap sepulang sekolah atau usai magrib ramai oleh teman-teman sekolah yang tinggal di Perumnas. Rian dan Edi adalah dua pengunjung setianya.

Ada satu kenangan terkait Dodi dan Rian yang tak bisa saya lupakan sampai saat ini. Kalau diingat-ingat sekarang jadi lucu sih. Tiap kali melihat status Rian di Facebook, kejadian ini otomatis terputar di ingatan. Tapi berhubung saya harus meminta persetujuan Rian sebelum mempublikasikannya sebagai konsumsi publik, jadi nantilah di-update saja kalau sudah dapat ijin. Harap maklum, kontennya agak sensitif sekalipun ini kenakalan remaja lumrah sebenarnya. Lagipula sudah berlalu belasan tahun dan tak merugikan siapapun.

Setahun di Perumnas, naik kelas III saya pindah kontrakan. Kembali ke Komplek SMA tempat saya tinggal semasa kelas I, tapi di area berbeda. Kali ini saya mengontrak di sebuah bedeng yang terletak di gang tepat berseberangan dengan gerbang masuk utama sekolah. Induk semang saya pasangan campuran Sunda-Minang dengan tiga anak gadis yang tengah manis-manisnya. Dari ketiganya hanya nama anak kedua yang masih saya ingat jelas, Sri Puspita Sari Ramadhani atau biasa dipanggil Uchi.

Meski sudah pindah kontrakan, hubungan saya dengan teman-teman di Perumnas tetap terjaga. Toh, kami masih satu band. Kami juga membentuk sebuah geng yang berisi aktivis-aktivis sekolah. Saya aktif di band sekolah, mading dan Pramuka; Taharuddin dan Edi Muslim aktif di Pramuka, beberapa lainnya adalah anggota dan pengurus teras OSIS, lalu Rian tetap ngeband bersama saya.

Karena anggota geng kami banyak yang jadi anggota dan pengurus teras OSIS, termasuk Surya Kaur Saputra yang saya ceritakan di posting ini, kami sukses mempromosikan Rian sebagai Ketua OSIS. Hal yang tidak ia sangka-sangka dan sempat ia tolak mati-matian. Tapi kami sudah bulat tekad dan berjuang habis-habisan saat sidang pemilihan.

Sesuai prediksi, setelah berdebat panjang akhirnya disepakati untuk diadakan pemungutan suara. Menang jumlah anggota, dan ternyata juga Rian diam-diam punya simpatisan dari rekan-rekan seangkatannya, jadilah ia Ketua OSIS SMA Negeri 1 Muara Bulian periode 1999-2000. Saya masih ingat betul ekspresi Rian usai dikukuhkan sebagai Ketua OSIS. Tidak gembira. Tapi dia cuma bisa cengar-cengir sembari menyumpahi kami.

Artis Lokal Go National
Lulus SMA di tahun 2000, kami berpencar. Ada yang melanjutkan pendidikan ke Bandung, ada yang ke Padang, ada yang tetap di Jambi, dan tak sedikit yang ke Jogja. Salah satunya saya. Sejak itu saya putus kontak dengan Rian. Hingga belasan tahun kemudian tak tahu kabarnya bagaimana, kerja apa dan tinggal di mana, sampai akhirnya Facebook mempertemukan kami lagi.


Rian (paling kiri) datang bersama keluarga dari Pangkalpinang untuk mendukung langsung perjuangan Dodi Rozano.

Rupanya Rian sekeluarga kembali ke daerah asalnya, Pulau Bangka. Kini ia jadi salah satu komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) daerah setempat. Nova saya tak tahu apa kesibukannya. Sedangkan Dodi jadi petugas keamanan di Bank Sumsel-Babel cabang Pangkalpinang. Ia juga aktif sebagai vokalis Pesirah Band, sebuah band yang seluruh personilnya karyawan Bank Sumsel-Babel.

Saya tak tahu apakah Dodi juga aktif di band sekolah seperti abangnya dulu. Tapi namanya sangat terkenal di Bangka Belitung, khususnya Kota Pangkalpinang. Setiap acara di wilayah pecahan provinsi Sumatera Selatan ini selalu menghadirkan Dodi sebagai pengisi acara, baik solo maupun bersama Pesirah Band.

Penampilan Dodi di acara The Voice Indonesia 2 diawali pada Episode 8 yang tayang di RCTI pada 19 Maret lalu. Ia membawakan lagu Madu 3 gubahan P. Ramlee dengan alunan jazz, dan berhasil mencuri perhatian Agnez Mo. Pujian juga diberikan oleh tiga juri lainnya, yakni Ari Lasso, Judika dan Kaka Slank.

Di Episode 10 yang tayang pada 26 Maret, Dodi dihadapkan dengan Grace Anastasia sebagai lawan di babak Battle Round. Keduanya diminta menyanyikan lagu At Last, sebuah tembang lama ciptaan Mack Gordon dan Harry Warren. Sekali lagi penampilan Dodi lebih disukai coach Agnez Mo sehingga ia lolos ke babak Knockout Round.

Tentu saja kiprah Dodi di The Voice Indonesia 2 membuat namanya kian melambung. Runner up Gelar Bintang Radio Indonesia dan ASEAN 2015 tingkat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini telah naik level menjadi bintang nasional. Saya yakin rejekinya juga ikut naik, dalam artian semakin banyak job menyanyi yang mengalir untuknya.

Jadwal terdekat Dodi adalah tampil di acara Suryanation Live Music di Cafe Steak 88, sekitaran alun-alun Taman Merdeka Pangkalpinang, pada Sabtu (9/4/2016) malam nanti. Dalam poster promosi event ini, nama Dodi tak lagi ditulis Dodi Rozano, juga bukan Dodi Pesirah, melainkan Dodi The Voice Indonesia.

Meski hanya punya sekelumit kecil kenangan bersama Dodi, saya ikut senang melihat pencapaiannya. Mudah-mudahan adik kecil ini terus melaju ke babak-babak selanjutnya, sejauh mungkin yang bisa ia gapai. Amin.

YNWA, Dodi…

Menulis di GoodNovel dan raih penghasilan ratusan USD!
About Eko Nurhuda (410 Articles)
A happy father of three. Blogging and making video for fun. Love food, book, music, and sometime football #YNWA

6 Comments on Sekelumit Kenangan bersama Dodi Rozano

  1. Iya, Mbak. Dulu lulus SMA boro-boro Facebook atau medsos lain, hape aja rata-rata gak punya, jadi begitu lulus dan berpencar hilang deh kontaknya. Beruntung sekali ada FB, entah sudah berapa banyak kawan yang kembali ketemu berkat Mas Mark Zuckerberg 🙂

    Suka

  2. Bukan kawan, Mbak. Gak mungkin saya main sama Dodi karena dulu saya SMA dia masih usia 4 tahunan. Ini adiknya kawan.

    Suka

  3. Amin. Kalau memang Dodi punya suara bagus, dia layak sukses. 🙂

    Suka

  4. Wow senang ya jika melihat ada kawan yang sukses.
    Meluncur ke videonya. Di rumah diet tv soalnya nggak mengikuti acara apapun.

    Suka

  5. sukses selalu utk Dodi Rozano
    Go Dodi GO

    Suka

  6. Facebook emang menyatukan tulang yang terserak ya, jadi bisa menemukan kembali kawan lama, kenangan dan bahagia bareng lagi 🙂

    Suka

Tinggalkan Balasan ke Eko Nurhuda Batalkan balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d blogger menyukai ini: