Srigala Berbulu Domba, Mau Menipu Mengaku Teman
PERIBAHASA “srigala berbulu domba” sudah sangat sering kita dengar. Tapi siapa sangka jika ada yang menerapkannya dalam kehidupan nyata untuk berbuat jahat.
Kalau Mbak Susindra pernah cerita saudaranya hampir kena tipu dengan modus hadiah Telkomsel Poin, baru-baru ini saya malah ditelepon sama penipunya langsung. Nekat!
Ceritanya terjadi Ahad, 13 November, lalu. Waktu sedang asyik-asyik menyusun ebook gratis untuk dibagikan ke pengunjung blog ini, tiba-tiba saja telepon XL saya berdering. Saya lihat nomor peneleponnya disembunyikan. Hmmm, alarm kewaspadaan saya langsung menyala. Kalau niatnya baik, masa iya nomornya disembunyikan?
Meski begitu saya berusaha bersikap wajar. Telepon saya angkat. “Halo, assalamualaikum,” kata saya. Orang di seberang sana, seorang laki-laki, menyahut. “Hei, apa kabar?” suaranya terdengar sok akrab.
Memori saya langsung berputar. Seingat saya tak ada teman saya yang suaranya seperti ini. Maka saya pun bertanya, “Sori, ini siapa ya?” Si penelepon menjawab, “Masa lupa sih? Aku temenmu yang biasa main ke rumah,” katanya dengan yakin.
Deng! Ini keanehan pertama yang begitu telak menunjukkan siapa si penelepon ini. Sejak lebaran lalu saya liburan di tempat orang tua di Sungai Bahar, Jambi. Dan, selama hampir 3 bulan ini tak ada seorang pun teman yang ‘biasa’ main ke rumah. Memang teman-teman SMP saya masih banyak, dan hubungan kami selalu baik. Tapi karena kesibukan masing-masing plus jauhnya jarak rumah kami, tak ada satu pun teman yang datang berkunjung setelah lebaran. Kalau yang dimaksud rumah Pemalang tentu tambah aneh lagi.
Kesimpulannya jelas, ini orang iseng, atau malah orang jahat alias penipu. Tapi saya berusaha berbaik sangka. Sayapun mengulur waktu dan bertanya, “Siapa ya? Teman yang biasa main ke rumahku kan banyak.” Tetap dengan nada sok yakin si penelepon menjawab, “Aku Iwan.”
Ilustrasi:rodadewa.netDeng! Keanehan kedua nih. Satu-satunya teman saya yang bernama Iwan adalah teman main sewaktu saya masih tinggal di Batumarta, Kab. OKU Timur, Sumatera Selatan. Semenjak Ibu memboyong saya dan adik-adik ke Jambi pada tahun 1995, saya dan Iwan putus hubungan. Jadi, ini Iwan yang mana?
Maka saya pun menyanggah, “Sori, aku gak punya teman yang namanya Iwan.” Saya rasa ini sanggahan yang sangat telak, membuat si penelepon terdiam kebingungan. Lamat-lamat saya dengar dia berkasak-kusuk entah dengan siapa, mungkin komplotannya. Saya menunggu reaksinya beberapa saat.
Sekitar setengah menit kemudian si penelepon berkata lagi, “Aku Yudi.” Saya kontan membatin, “Ah, dasar tak tahu malu!” Tapi otak jahil saya langsung bekerja. Mendengar si penelepon menyebut nama Yudi, saya langsung berseru dengan nada dibuat seolah-olah terkejut, “Oh, Yudi!? Iwan Yudianto ya?”
Si penelepon, mungkin kegirangan karena mengira pancingannya mengena, kontan menjawab, “Iya, aku Iwan Yudianto. Apa kabar?” Saya tersenyum sinis, “Alhamdulillah, kabar baik,” kata saya. Tapi langsung saya teruskan, “Tapi, sori, aku juga gak punya teman bernama Iwan Yudianto tuh.”
Tak ada jawaban dari seberang. Lalu terdengar suara “tut, tut…” Telepon langsung putus begitu saja. Saya cuma geleng-geleng kepala dibuatnya. Ini bukan kejadian pertama. Pertengahan 2008 lalu saya pernah ditelepon seseorang yang mengaku manajer Telkomsel dan mengatakan saya memenangkan Toyota Avanza. Untungnya saya waspada, malah saya kerjai balik si penipu itu.
Cerita selengkapnya besok-besok saja deh. Yang penting kita harus selalu waspada dengan aksi-aksi percobaan penipuan seperti ini. Jangan sampai uang yang kita cari dengan tetesan keringat diambil begitu saja oleh orang-orang berhati culas.
Waspadalah, waspadalah!
Waspadalah-Waspadalah.
Sekedar sharing juga kejadian ini dialami oleh tetangan saya Bung waktu lebaran Idul Adha kemarin. Si Penipu menelepon tetangga saya dia mengaku dari Kepolisian dan memberitahukan bahwa anak tetangga saya terlibat kasus narkoba dan dia dijebak. Supaya masalah ini tidak berlanjut tetangga saya diminta menyerahkan uang Rp.20juta, hal yang dilakukan si Penipu untuk meyakinkan tetangga saya dengan memperdengarkan secara samar-samar suara seorang anak yang sedang menangis (seolah-olah ini adalah anak tetangga saya). Tentu tetangga saya bingung, takut dan awalnya sangat percaya, tapi karena si anak tadi tidak berbicara kepada tetangga saya, tetangga saya mulai curiga. Yang hebatnya dari Kasus Ini saat tetangga saya tahu bahwa ini adalah Penipu (ini karena istri tetangga saya menghubungi anaknya dan anaknya ternyata baik-baik dan sedang bermain futsal), maka keluarlah karakter orang Makassar Asli, keluarlah *Bahasa Kebun Binatang* Orang Makassar, ditambah dengan teriakan tetangga saya sampai-sampai membangunkan saya yang lagi tertidur. Hemm, saya yakin si Penipu tadi jadi ciut nyalinya, karena tetangga saya marah dan berteriak dengan penuh ekspresi seakan-akan sipenipu berada di depannya. Ha ha ha.
SukaSuka