Komodo dalam Dilema
DI TENGAH membanjirnya dukungan untuk Taman Nasional Pulau Komodo (TNPK) agar terpilih sebagai salah satu dari 7 Keajaiban Dunia versi New7Wonders (N7W), berita-berita miring seputar even pemilihan ini bergulir kencang. Terlebih menjelang malam final yang direncanakan bakal digelar pada 11 November 2011 (11-11-11).
Selain berita soal pemilihannya yang disebut tidak transparan, tidak akuntabel, bahkan juga dicap tidak pantas, ada juga kabar jelek terkait New7Wonders Foundation yang jadi penyelenggara tunggal ajang ini. Konon, N7W hanyalah perusahaan abal-abal yang tak jelas alamat dan statusnya.
Ada juga yang mengait-kaitkannya dengan UNESCO. Yayasan N7W disebut-sebut tidak menjalin komunikasi apapun mengenai ajang 7 Keajaiban Dunia Baru dengan UNESCO, badan resmi PBB yang membawahi situs-situs prasejarah dan budaya di dunia.
Diombang-ambing Kebingungan
Hal ini tentu saja membingungkan masyarakat Indonesia. Bagaimana mungkin kampanye yang sudah menjadi hajatan nasional ini bakal jadi sebuah penipuan? Bayangkan, kampanye Vote Komodo didukung banyak media nasional. Duta kampanyenya tak tanggung-tanggung, Jusuf Kalla yang sudah dikenal luas reputasi positifnya. Lalu ingat pula bagaimana Presiden Susilo Bambang Yudhoyono turut menyerukan agar rakyat Indonesia mengirim SMS berisi pesan ‘KOMODO’ ke nomor 9818 sebanyak-banyaknya.
Lalu muncullah suara-suara miring terkait ajang 7 Keajaiban Dunia Baru dan Yayasan N7W. Kabar-kabar tidak mengenakkan ini pertama kali muncul, seperti biasa, di dunia maya. Blogger senior Priyadi Iman Nurcahyo bahkan sudah menulis soal reputasi bobrok Yayasan N7W tahun lalu, tepatnya ketika Jero Wacik yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pariwisata dan Kebudayaan dengan tegas menolak permintaan license fee acara malam final New 7 Wonders of Nature sebesar US$ 10 juta.
Komodo, jadi objek permainan oknum-oknum bejat?Belum lama ini, kembali Priyadi menulis sisi lain dari kampanye Vote Komodo. Ia bahkan membuat sebuah video di YouTube terkait hal ini.
Hari ini, detik.com menurunkan berita-berita yang kiat menguatkan kecurigaan pada N7W dan ajang pemilihan 7 Keajaiban Dunia Baru. Menurut berita yang dilansir detik, Kedutaan Besar Republik Indonesia di Bern meragukan kredibilitas Yayasan N7W. Pasalnya, setelah tim KBRI menelusuri keberadaan yayasan tersebut ke Swiss, banyak sekali kejanggalan yang terungkap. Kesimpulannya, KBRI Bern meminta rakyat Indonesia berhati-hati dengan Yayasan N7W maupun ajang pemilihan 7 Keajaiban Dunia Baru.
Pertanyaannya, informasi siapa yang benar? Lebih jauh dari itu, seberapa pentingkah Taman Nasional Pulau Komodo mendapat pengakuan sebagai keajaiban dunia? Akankah gelora nasionalisme rakyat Indonesia dalam mendukung komodo demi meningkatkan kesejahteraan warga NTT menjadi sia-sia?Jusuf Kalla, tertipu N7W?
Berpikir Positif
Terlepas dari siapapun yang benar atau salah, kejadian ini setidaknya memberikan satu manfaat besar bagi bangsa Indonesia. Pemerintah seharusnya belajar dari pengalaman ini. Apa itu? Kurangnya promosi potensi-potensi wisata dan sumber daya alam yang ada di negeri ini!
Indonesia punya modal sangat banyak untuk menjaring wisatawan dari seluruh penjuru dunia. Pulau Bali hanya salah satu dari sekian ratus, atau bahkan ribu, destinasi wisata yang ada dari Sabang sampai Merauke. Sayang, Pemerintah tampak tidak cerdas dalam mempromosikan apa yang kita punya. Lebih parah dari itu, sejumlah objek wisata malah terkesan tidak mendapat perhatian yang layak. Akibatnya, orang lebih mengenal Malaysia, Thailand, dan bahkan Singapura yang cuma secuil, ketimbang Indonesia yang maha luas ini.
Dipikir-pikir, benar juga pendapat sejumlah orang di media belakangan ini. Tak perlu pengakuan dari N7W, tak butuh 120 juta SMS untuk menjadikan Taman Nasional Pulau Komodo terpilih sebagai salah satu dari 7 Keajaiban Dunia Baru versi N7W, komodo tetap merupakan keajaiban dunia. Dan akan selalu seperti itu. Catat, tak ada tempat lain di dunia ini yang punya komodo selain Indonesia. Saluran ilmu pengetahuan seperti Discovery Channel dan National Geographic sudah berulang kali menayangkan film dokumenter tentang komodo.
Pertanyaannya, kenapa objek wisata ini bahkan tak banyak dikenal oleh warga negara Indonesia sendiri? Menurut yang pernah berkunjung ke Pulau Komodo, akses masuk ke pulau peninggalan masa prasejarah ini sangat sulit. Mengapa? Jangan coba-coba tanya pada rumput yang bergoyang. Menurut saya, sepertinya Pak SBY harus menciptakan lagu tentang komodo nih.
Update 3 Nov. 2011:
Kisruh Pulau Komodo dan New7Wonders makin melebar setelah Jusuf Kalla dan Emmy Hafild, Ketua Pemenangan Komodo, menanggapi ucapan Dubes RI untuk Swiss, Djoko Santoso, soal kredibilitas N7W Foundation. JK mengatakan tak ada soal dengan kantor dan asal muasal yayasan tersebut. Kantor kecil bukan masalah di era serba digital seperti ini. Baca wawancara lengkap detikcom dengan JK di sini.
Hal ini langsung ditanggapi Djoko Santoso. “Google saja punya kantor,” katanya. Tidak jelas apakah Djoko paham seberapa besar Google, Inc. dan sumber daya yang dibutuhkannya untuk beroperasi. Juga tidak jelas apakah Djoko tahu sejarah Google yang kantor awalnya ‘hanya’ berupa kamar asrama dan lalu garasi rumah, sebelum bisa membangun kantor megah seperti sekarang.
Perdebatan ini juga menyinggung-nyinggung Wamen Sapta Nirwandar yang disebut Emmy tersinggung karena tidak kebagian proyek saat Indonesia dipastikan sebagai tuan rumah deklarasi. Wamen tentu saja membantah keras. Siapa yang benar? Biar waktu yang menunjukkan hitam-putih kontroversi ini.
@jarwadi: Jakarta bebas macet? Nunggu Teluk Jakarta tenggelam dulu kali ya? π
@Zonapedia: Lha, Bung sendiri nulis komodo gak?
SukaSuka
Wah….. 2 temen bloger saya termasuk saya dah nulis komodo…. hemmmmmm banyak ya artikel komodonya….
SukaSuka
jadi komodo mana nih yang pantes dipromosikan, hehehe
kalau kita mau bikin 7wonders baru, coba kalau jakarta bebas macet, atau indonesia bebas korupsi, pasti itu masuk world most wonder
SukaSuka