Kembang Duren
SEUMUR-UMUR jadi penyuka durian, saya belum pernah sekalipun tahu wujud bunga durian alias kembang duren. Maklum, durian boleh terbilang buah mewah bagi saya. Jangankan bunganya, bentuk pohonnya saja baru saya ketahui saat diajak Ibu pindah ke Batumarta VIII, sebuah pemukiman transmigrasi di Kab. Ogan Komering Ulu (OKU).
Sekarang wilayah tersebut masuk ke dalam kabupaten pemekaran yang bernama Oku Timur. Namanya saja daerah trans, kondisi Batumarta VIII – dan juga desa-desa lain di seluruh Batumarta – masih dikelilingi hutan lebat nan luas. Alas gung lewang-lewung, begitu istilah orang jawa. Dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar kita mengenal istilah ‘hutan belantara’.
Saking lebatnya, segala macam pohon terdapat di sana. Salah satunya tentu saja pohon durian. Itulah kali pertama saya melihat pohon durian dengan mata kepala sendiri, waktu itu usia saya baru 11 tahun. Namun saya masih belum tahu rupa kembang duren.
Saat jalan nasib membawa kami sekeluarga pindah (lagi) ke daerah trans lain di pelosok Jambi di tahun 1995, kebetulan rumah kosong yang kami tempati bersebelahan dengan dua batang pohon durian milik tetangga. Tapi saat itu pohonnya masih sangat muda sehingga belum saatnya berbunga, apalagi berbuah.
Ketika pohon durian tersebut berbunga, saya malah sudah tinggal di kota Muara Bulian untuk melanjutkan sekolah ke SMA Negeri 1 Muara Bulian. Jadi, meski bersebelahan dengan pohon durian selama kurang-lebih 5 tahun, saya masih juga belum beruntung untuk tahu seperti apa sih bentuk kembang durian itu.
Selulus SMA di tahun 2000, saya langsung merantau ke Yogyakarta. Berhubung kantong cekak, saya tidak bisa seenaknya pulang ke Jambi. Bisa pulang sekali setahun saja sudah untung. Hubungannya dengan kembang durian apa? Ya, karena hidup saya lebih banyak dihabiskan di Jogja, maka saya tidak pernah tahu bunga durian di pohon durian milik tetangga.
Penantian Belasan Tahun
Sekitar tahun 2003, si tetangga pemilik durian tersebut mengalami masalah keuangan dan berniat menjual sebagian lahannya kepada orang tua saya. Kebetulan yang mau dijual adalah tanah tepat di sebelah rumah kami, tanah yang ada pohon duriannya!
Kami sekeluarga adalah penggemar durian, jadi bayangkan sendiri bagaimana senangnya kami bisa mendapatkan dua batang pohon durian yang siap berbuah sepanjang tahun itu.
Malang bagi saya. Sampai berubah status jadi anak pemilik pohon durian pun saya masih belum tahu wujud kembang durian. Setiap kali mudik lebaran, saya hanya tahu pohon itu berbuah, tapi tidak pernah tahu saat pohon-pohon tersebut berbunga lebat.
Lebaran 2011 yang baru lalu rupanya membawa keberuntungan bagi saya. Ya, sebulan setelah lebaran, tepatnya awal Oktober ini, pohon durian yang kini berada di belakang rumah baru orang tua saya berkembang lebat. Sangat lebat!
Untuk pertama kali sepanjang hidup saya, akhirnya saya tahu juga rupa kembang duren dengan mata kepala sendiri, bahkan dari jarak hanya 1 milimeter! Hehehe…<
Senang? Meski tak tahu senangnya karena apa, saya merasa bahagia betul melihat bunga durian yang menempel berkelompok-kelompok di dahan dan ranting. Setiap bangun tidur saya selalu duduk-duduk di pintu belakang yang berada tak jauh dari pohon durian tersebut, hanya untuk memandangi bunga-bunga durian di atas pohon.
Hmmm, rasa penasaran selama belasan tahun itupun tertuntaskan sudah.
Nah, yang buat saya tidak senang saat bunga-bunga tersebut mulai mekar dan rontok memenuhi halaman belakang. Berhubung setiap pagi-sore Ibu sibuk dengan pekerjaan rumah, Bapak dan adik angkat dengan kesibukannya masing-masing, istri sudah terlalu repot mengasuh dua anak, maka tugas menyapu kembang duren jatuh kepada saya.
Okelah, tidak ada makan siang gratis memang. Hahaha.
Beri komentar