Highlight:

Smartphone? Ah, Saya Hematphone Sajalah…

SAYA sudah lama sekali mendengar kata ‘telepon pintar’ alias ‘smartphone‘, yang sering juga diasosiasikan sebagai ‘telepon mahal’. Tepatnya awal 2009, waktu itu saya masih berstatus wartawan magang di koran Harian Jogja.

Ceritanya seorang teman reporter baru saja meliput aksi seorang teknisi ‘gila’ yang nekat membongkar Blackberry, hanya untuk mengetahui apa isinya! Berita baiknya, sang teknisi dengan yakin mengatakan kalau sebenarnya Indonesia pun bisa memproduksi telepon pintar serupa.

Kata ‘Blackberry’ lalu akrab dengan saya yang waktu itu masih keranjingan Facebook. Apalagi kalau bukan karena melihat status beberapa teman yang bertanda ‘10 hours ago via Facebook for Blacberry. Karena tiap hari berkali-kali update status Facebook, juga Twitter, saya jadi sering melihat tanda begitu di bawah status sejumlah teman. Dalam hati saya cuma bisa berkata, “Wah, keren betul ya mereka bisa punya handphone semahal itu…”

Kalau saya tak salah ingat, harga Blackberry waktu itu berkisar di angka Rp 4-6 jutaan. Mahal? Banget! Orang untuk merakit komputer senilai Rp 3 juta sekian saja saya musti cari uang berbulan-bulan. Jadi, mana sempat saya berpikir pengen punya Blackberry, iPhone, ataupun smartphone lainnya. Cukuplah saya pegang Nokia N70, handphone yang sudah setia menemani saya sejak pertengahan 2007 lalu.Blackberry Torch, Mau?

Bergaya dengan Blackberry Pinjaman
Eh, lebaran kemarin adik perempuan saya, Dwin Friansi, bikin kejutan. Dengan gagah berani dia menenteng… Blackberry! Awalnya tidak ada yang tahu, begitu juga saya. Diapun tak sedikitpun berniat memberi tahu, apalagi pamer. Tapi berhubung hapenya selalu diletakkan sembarangan, jadilah saya tahu. Apalagi kalau bukan logo BB tepat di atas monitor(?) hape pintar itu yang membuatnya mudah dikenali.

“Wah, keren! BB!” Kata saya spontan padanya. Dia cuma menanggapi cuek. “Sekarang mah BB sudah murah, Rp 1,5 juta juga sudah dapet,” katanya. Saya jadi mengerutkan kening. Dulu N70 ini saya beli Rp 1,7 juta lebih. Sayangnya waktu itu belum ada BB, sepertinya…

Sebenarnya, jujur saja nih, saya juga ingin punya hape pintar semacam Blackberry. Jelek-jelek begini saya kan melek teknologi. Tapi apa daya, ketahanan kantong tak mampu mengimbangi harga BB, bahkan untuk yang paling murah sekalipun! Jadilah saya harus puas menelan ludah setiap kali melihat teman memegang hape yang bisa meningkatkan status sosial seseorang berkali-kali lipat itu.

Sewaktu lolos ke putaran 20 Besar pada BeatBlog Writing Contest yang diadakan VHRMedia.com Maret lalu, saya berharap-harap bisa jadi salah satu dari 3 Besar. Pasalnya, juara 1, 2, dan 3 masing-masing mendapat hadiah Blackberry selain uang tunai. Tak heran bila sepanjang malam pengumuman pemenang 3 Besar sekaligus penyerahan hadiah di Goethe Haus, Jakarta Pusat, 17 Maret 2011, saya tegang setengah mati. Malang, tiga kali MC menyebut nama tiga pemenang utama, ketiga-tiganya bukan nama saya.

Mumpung ada Blackberry, update status dulu, ah…Jadilah saya excited betul adik perempuan saya menenteng Blackberry. Bisa jadi inilah Blackberry pertama di Desa Talang Datar, bahkan mungkin se-Kecamatan Bahar Utara, sebuah kecamatan yang berada di tengah-tengah kebun sawit dan jauh dari kota. Untungnya adik saya baik hati. Ia membiarkan saja saya menguasai BB-nya selama libur lebaran itu. Ah, mumpung ada BB, update status Facebook dululah biar keren. Hehehe…

Masih Kelas Hematphone
Pada akhirnya saya harus sadar diri. Angan-angan boleh tinggi, tapi untuk saat ini kemampuan masih belum mampu mencapainya. Setengah mati saya ngebet beli smartphone, kalau kantongnya tak kuat mau bagaimana lagi? Apalagi sekarang sudah ada kewajiban yang mau tidak mau harus dipenuhi: jatah susu anak! Pikir saya, buat apa menenteng-tenteng Blackberry, atau iPhone, kalau jatah susu anak jadi korban?

Samsung GT-E1080TMaka, ketika Nokia N70 saya rusak, logika saya mengajak berpikir realistis. Apa yang saya butuhkan dari sebuah handphone? Sejauh ini hanya untuk berkirim SMS, dan kalau ada pulsa lebih atau mendapat bonus barulah untuk menelepon. Cuma itu. Untuk berselancar di internet saya sudah punya komputer, dan laptop pinjaman adik, plus modem. Tinggal minta settingan sama teman di Jogja, mau ngenet sepuasnya tidak bakal khawatir pulsa jebol. Gratis! Kalaupun settingan itu gagal bekerja, toh tarif internet sekarang sudah sangat murah.

Begitulah, ketika akhirnya keluar mencari hape baru, pilihan saya jatuh pada Samsung GT-E1080T. Hape ini murah gila, saya beli cuma seharga Rp160.000 di Pemalang. Banderol di iklan yang saya baca di Tabloid BOLA harganya Rp150.000, cuma selisih Rp10.000! Ini Samsung lho! Biar kata harganya cuma Rp160.000, tapi gengsinya tak kalah sama yang lebih mahal karena ada nama Samsung di sana.

Fiturnya? Yang jelas dua kebutuhan utama saya, SMS dan telepon, ada. Alarm, phonebook yang satu kontak bisa menyimpan lebih dari satu nomor, senter, dan ringtone MP3-nya sudah lebih dari cukup. Kualitas penangkap sinyalnya juga tak mengecewakan. Di pelosok Desa Talang Datar nan terpencil dan dikelilingi kebun sawit maha luas ini, sinyalnya selalu 3-4 bar. Tak pernah kurang. Apalagi ada game Carrom alias karambol yang sangat saya gandrungi. Lengkap sudah, bagi saya semua ini sudah mewah.

Smartphone? Hehehe, saya cukup hematphone sajalah…

Menulis di GoodNovel dan raih penghasilan ratusan USD!
About Eko Nurhuda (412 Articles)
A happy father of three. Blogging and making video for fun. Love food, book, music, and sometime football #YNWA

4 Comments on Smartphone? Ah, Saya Hematphone Sajalah…

  1. saya cuma nokia 103 bung… dan sony ercsson k816i kesayangan saya….betul kata bung eko..mending hematphone saja..itulah kebutuhan inti kita…utk berselancar di dunia internet / maya sudah ada laptob yg lebih lengkap fiturnya ketimbang BB / smrtphone apapun itu…
    salam…

    Suka

  2. Hehe.. saya juga lebih suka hematphone daripada smartphone. Saya lebih suka di depan komputer daripada berselancar dengan hape.
    Lucunya, gara-gara Fbchat dan YM saya online 24 jam/hari, banyak yang minta pin BB.
    Padahal hape terbaru saya masih setia di range <500 ribu.

    Suka

  3. Ah… realistis dengan keadaan memang membuat pikiran lebih tenang dan nyaman.

    Kalau saya dulu pake Siemens C45 (cukup keren di masa lalu).
    Tertarik dan akhirnya ganti Sony Ericsson G502 sejak tahun 2009, karena fasilitas intenetnya yang luar biasa (setidaknya untuk saat itu).
    Sampai sekarang, dengan diinstall Opera Mini 4.2, hape itu masih jadi alternatif ke 2 untuk berselancar di internet setelah PC. Menggunakan layanan internet GPRS Indosat, kecepatan aksesnya masih tetap wuzzz…
    Nderek titip link hape kesayangan http://www.gsmarena.com/sony_ericsson_g502-2350.php

    Kekurangannya : terjadi blank screen walaupun sangat jarang.

    Suka

  4. hehehehe hematphone merk samsung keren tuh mana tahu nanti 2012 jadi booming.
    klo saya bilang BB (Besar Biaya). soalnya mau nikmati fasilitasnya harus berlangganan dulu kalo ga yah sama aja dengan hape lainnya hanya sms dan telpon 🙂

    Suka

Beri komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.